Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Satu Petani di Kotim Ditembak Polisi karena Protes Perampasan Lahan

Kala politikus sibuk dalam hiruk pikuk politik jelang pilpres, warga Desa Penyang, Kalimantan Tengah, justru tengah merana.

zoom-in Satu Petani di Kotim Ditembak Polisi karena Protes Perampasan Lahan
Net
Aksi Petani yang tergabung dalam ormas Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Reza Gunadha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kala politikus sibuk dalam hiruk pikuk politik jelang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 9 Juli 2014, warga Desa Penyang, Kalimantan Tengah, justru tengah merana.

Betapa tidak, warga desa di Kecamatan Telawang, Kabupaten Kotawaringin Timur yang mayoritas petani tersebut, menjadi sasaran peluru tajam aparat kepolisian, Selasa (10/6/2014) pekan lalu.

Hal tersebut, diungkapkan Aryo Nugroho Waluyo, Juru Bicara Sekretariat Bersama Pengaduan dan Penanganan Konflik Sumber Daya Alam (Sekber PPKSDA) Kalteng, melalui siaran pers yang diterima Redaksi Tribunnews.com, Senin (16/5/2014).

"Aja Siswanto (25) adalah satu korban dari sekian banyak warga yang merasakan tajamnya peluru milik aparat kepolisian yang ditempatkan demi keamanan investasi di desa tersebut," kata Aryo.

Ia menjelaskan, penembakan warga oleh aparat Polres Kotim itu merupakan buntut dari berlarutnya kasus sengketa tanah antara warga sekitar perkebunan dengan PT Agro Bukit (Agro Indomas Group) sejak 2003.

Perusahaan asing itu, kata dia, beroperasi di atas lahan seluas 13.930 hektare yang diklaim milik warga. Karenanya, warga menginginkan lahannya dikembalikan.

"Puncak kekesalan warga adalah, mereka melakukan aksi panen massal terhadap buah sawit perusahaan tersebut, sehingga perusahaan mengerahkan aparat kepolisian untuk mengintimidasi warga," tandasnya.

Rahmat Ajiguna, Sekretaris Jenderal Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), yang juga bergabung dalam Sekber PPKSDA Kalteng, mengecam aksi penembakan tersebut.

"Seharusnya, setiap konflik lahan atau agraria yang melibatkan rakyat dengan perusahaan, diselesaikan secara persuasif. Tak perlu mengikutsertakan polisi yang terbukti selalu merunyamkan persoalan," tuturnya.

Ia mengatakan, aksi penembakan itu sendiri termasuk pelanggaran hak asasi manusia. "Apa pun alasannya, peluru polisi yang dibeli dari uang pajak rakyat, tak boleh digunakan untuk menembak rakyat sendiri," tandasnya.

Sementara hingga berita ini diunggah, Polres Kotim belum bisa dimintakan konfirmasi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas