Korban Banjir Manado Tagih Janji Wali Kota
Sejumlah warga korban banjir bandang 15 Januari 2014 lalu masih menantikan bantuan seperti yang dijanjikan pemerintah.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, MANADO - Sejumlah warga korban banjir bandang 15 Januari 2014 lalu masih menantikan bantuan seperti yang dijanjikan pemerintah.
Nona, warga Paal Dua yang merupakan korban banjir mengatakan, rumah dan isinya hanyut tak tersisa, hingga saat ini atau sudah hampir 6 bulan ia menumpang di rumah saudaranya.
"Mau bangun rumah di tempat lama sudah tidak boleh sama pemerintah. Jadi jelas kami menunggu bantuan pemerintah. Katanya akan direlokasi di daerah Pandu. Tidak mengapa, yang penting pemerintah juga siapkan lapangan pekerjaan di situ sehingga kami bisa hidup," ungkapnya saat bertemu Tribun Manado (Tribunnews.com Network) di sebuah angkutan kota, belum lama ini.
Ia bingung mau mengeluh ataupun bertanya ke mana. Pihak aparat kelurahan selalu memberikan jawaban yang sama soal relokasi.
"Ini hidup so (sudah) tidak jelas. Wali Kota selalu bilang di berita-berita koran, radio kalau korban yang sudah tidak bisa bangun rumah karena di daerah terlarang akan dikasih rumah baru di tempat yang aman, tapi tidak jelas kapan itu," ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
Ia mengatakan, bukan hanya keluarganya yang menagih janji Wali Kota Manado soal relokasi. Ada ratusan orang yang tidak punya rumah, di tempat pengungsian dan ada yang menumpang di rumah saudaranya.
"Tentu kami harap janji itu jangan sampai tinggal janji, apalagi sudah akan pemilihan wali kota baru takutnya kami terlupakan," kata dia.
Wali Kota Manado Vicky Lumentut melalui Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Manado, Max Tatahede, menuturkan, baru pekan lalu ia dan wali kota bertemu pihak Badan Penanggulangan Bencana Pusat di Bogor. Pertemuan ini juga membahas tentang persiapan-persiapan relokasi korban banjir.
"Sudah dibahas dan memang prosesnya agak lama, karena setelah pembahasan harus disetujui DPR RI dulu baru proses tender untuk konsultan berkaitan dengan pembangunan rumah di area Pandu sebagai lokasi relokasi itu. Badan Penanggulangan Bencana Pusat sudah memastikan bahwa anggaran itu akan ditata dalam APBN Perubahan tahun ini (2014). Kita targetnya satu tahun. Jadi tahun depan sudah mulai pembangunan dan jika berjalan lancar tentu tahun depan terealisasi rumah untuk korban banjir di Pandu," ujarnya.
Dikatakan Tatahede, banyak hal yang harus dipersiapkan. Pertama ketersediaan lahan, seleksi konsultan yang bisa berskala internasional karena nilainya di atas Rp 40 miliar hingga pendataan ulang karena tidak semua korban banjir akan mendapat rumah.
"Kami sudah punya data awal. Dan jelas yang nantinya akan dapat rumah di Pandu adalah mereka yang rumahnya rusak berat dan tidak boleh bangun lagi karena berada 15 meter dari pinggir bantaran sungai," jelasnya.
Disebutnya, berdasarkan data saat ini ada 1.569 rumah rusak berat, 1.932 rusak sedang dan 7.734 rusak ringan. Ada 2.695 rumah yang rusak berat dan sudah tidak boleh ditempati karena berada di daerah rawan banjir.
"Jadi 2.695 ini yang rencananya akan direlokasi ke Pandu," katanya.
Tatahede meminta agar warga korban banjir bersabar. Proses panjang untuk merealisasikan rumah baru di Pandu. Apalagi sistem pembangunan bukan seperti membangun kawasan perumahan, tapi dibangun sendiri oleh warga karena anggaran dikirim ke rekening warga secara bertahap hanya ada pendampingan konsultan untuk penataan lokasi perumahan tersebut.
"Itulah mengapa kita selektif sekali mencari konsultan yang akan bertanggungjawab untuk realisasi pembangunan rumah untuk relokasi di Pandu. Terus terang kita akan mencari konsultan yang tidak hanya memikirkan keuntungan proyek tapi mereka yang peduli kemanusiaan. Kita yakin masih ada kontraktor yang mampu menjalankan proyek ini tanpa berorientasi kepada uang. Pastinya ada anggaran, ada honor, ada untung tapi kita akan cari konsultan yang tidak berorientasi kepada uang saja. Itu nanti akan terlihat pada konsep yang ia (konsultan) tawarkan," ungkapnya.