Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sepak Terjang Perwira Polri yang Ditangkap Polisi Malaysia Dinilai Masih Kecil

Ismi menyamakan permainan atasannya dengan aksi AKBP Idha Endri Prastiono yang ditangkap Polis Di Raja Malaysia (PDRM) di Kuching, Serawak, Malaysia.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Sepak Terjang Perwira Polri yang Ditangkap Polisi Malaysia Dinilai Masih Kecil
net
Ilustrasi Narkoba 

TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Personel Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumut yang kini menjadi terdakwa penculikan, pemerasan dan perampokan Briptu Idran Ismi berteriak lantang soal polisi Sumut yang nyambi jadi bandar narkoba.

Tanpa sungkan, Ismi yang kini menjalani persidangan di PN Siantar menyebut atasannya di Ditresnakoba Polda Sumut banyak yang bermain narkoba.

Ismi menyamakan permainan atasannya dengan aksi AKBP Idha Endri Prastiono yang ditangkap Polis Di Raja Malaysia (PDRM) di Kuching, Serawak, Malaysia, Sabtu (30/8).

"AKBP Idha itu masih kecil kali. Pas kejadian tembak mati di Hotel Grand Aston, itu big bos-nya aku yang nangkap. Namanya Nila. Orang Batubara, kampungnya di Bukit Kubuh. Dia (sindikat) internasional. Nama ortunya Samson. Dia juga bandar narkoba internasional," ujarnya pada Tribun, Selasa (2/9).

Ismi pun menyamakan AKBP Idha dengan atasannya termasuk Diresnarkoba Kombes Pol Toga Habinsaran Panjaitan.

"Gambaran contoh AKBP Idha di Polda Sumut itu, (yakni) Kombespol Toga Panjaitan, AKBP Su, Kompol RHA, Aiptu He. Pada umumnya alurnya mereka bermain, setelah bandar narkoba ditangkap, dengan barang buktinya sekian kilo, sesuai di barang bukti itu, yang bersangkutan dilepaskan dengan barter pake uang," ujarnya.

Ismi pun menyebut, bandar-bandar narkoba yang pernah tertangkap akan menjalin "hubungan baik" dengan para elite kepolisian.

Berita Rekomendasi

"Tolong dipertegas, yang mengucapkan ini Briptu Ismi. Kemudian setelah dilepaskan, si bandar narkoba kan jadi terutang budi. Dia lolos tanpa proses hukum. Berbuat baiklah dia (dengan para polisi yang melepas). Menjalin hubungan baiklah dia. Maka masuklah ke ranah suap. Supaya gak tertangkap lagi, yang bersangkutan kemudian ngasih ke kasat 1, kasat 2, kasat 3, kasubdit 1, kasubdit 2, kasubdit 3, kasubdit 4. Setiap bulan (ada pemberian rutin). Contohnya bandar narkoba Siantar AL. AL itu memberikan Rp 100 juta per bulan kepada AKBP SL. Kalau ketangkap lagi anak burungnya, 86 lagi. Terus dia punya kewajiban untuk menyerahkan anak buahnya untuk persembahan apabila polisi membutuhkan tangkapan. Itulah persembahan kepada iblis. 'Kau nanti mau aja ditangkap ya. Nanti anak istrimu kami tanggung.' Gitulah kira-kira."

"Setelah ditangkap dan dilepas, bagi perkara yang tidak lanjut. Itu gak perlu ditukar tawas, itu barang buktinya langsung dijual. Kalau yang perkaranya lanjut, itu ada juga. Supaya masyarakat bisa lelap tertidur, itu tipuan manis. Itu nanti barang buktinya ditukar dengan tawas. Itu nanti barang buktinya ditukar sama Kompol RHA. Kuulangi sekali lagi itu ditukar oleh Kompol RHA!"

"Sangat memalukan dia menumbuk tawas dengan batu gilingan. Malu gak kita! Nanti uang ini semua dikumpulkanlah oleh pemegang uang namanya Aiptu He. Aiptu He inilah yang merangkap juga menyimpan uang haram ini untuk membangun kantor Direktorat Narkoba Polda Sumut. Itu dibangun dari uang mencuri kepercayaan dan amanah rakyat. Sehingga, atas jasanya membangun gedung itu, jenderal-jenderal di Jakarta itu merasa mereka sudah berjasa sehingga dilindungi. Sama seperti Olo Panggabean. Dia kan ngobatin orang cacat, tapi berapa banyak orang disakitinya."
"Dan kuatnya ikatan alumni Akpol dalam hal saling melindungi. Setiap atasan itu dilindungi. Dia hanya bisa (diperkarakan) kalau masyarakat berteriak, people power! Contohnya Joko Susilo. Kalau masyarakat gak berteriak, tidak ada!"
"Inilah loyalitas salah kaprah! Aduh, sedihlah! Aku tetap yakin, Allah akan mengeluarkanku!"
Ismi bersama lima tersangka lain ditangkap Polres Banyuasin di Sumatera Selatan, 3 Maret 2014), saat dalam perjalanan ke Mabes Polri dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) membawa barang bukti dan data hasil tangkapan bandar narkoba yang diduga dibebaskan.

Sepuluh hari kemudian, yakni 13 Maret, Polres Siantar menangkap istri Ismi, Rahma Dewi, saat kediamannya digeledah. Polisi menyebut menemukan 100 gram sabu. Perkara Ismi kini disidangkan PN Siantar. Dalam sidang terakhir, Ismi meminta majelis hakim diganti karena dianggap tidak adil. Beberapa permintaan Ismi agar barang bukti dihadirkan tidak dikabulkan majelis. Termasuk soal pemutaran rekaman pembicaraan antara majelis hakim dengan saksi korban yang dimiliki terdakwa. Sedangkan perkara istrinya ditangani Kejari Kisaran.

Bagaimana tanggapan Diresnarkoba Polda Sumut Kombes pol Toga Panjaitan?
Saat dikonfirmasi Selasa malam, awalnya Toga enggan mengangkat selulernya. "Sudah malam ini. Saya mau tidur," katanya menutup seluler.
Tribun melayangkan pesan singkat soal tudingan Ismi. Sejurus kemudian, Toga pun membalas.
"Orang gila, nggak usah dilayani," katanya via SMS. Disinggung lebih lanjut soal berbagai tudingan dari Ismi, Toga kembali membalas pesan singkat Tribun. "Dia itu jaringan. Cocoknya mulutnya dikoyak."
Tribun kembali melayangkan pesan singkat soal tudingan Ismi.
Berselang beberapa menit kemudian, Toga pun menghubungi Tribun.
"Kamu siapa? Ada apa? Kamu (wartawan) unit mana?" kata Toga dengan nada kesal. Tribun pun menjelaskan maksud hanya untuk konfirmasi soal tudingan Ismi. "Kamu tau! Dia (Ismi) itu gilak. Masak yang gitu-gitu kamu tanya lagi. Dia itukan stres. Pemakai berat dia itu," kata Toga.
Menurut Toga, Ismi merupakan jaringan sekaligus bandar sabu. Ia menyebut, Ismi ditangkap karena mengedarkan narkotika. "Dia itu jaringan. Semua kawannya bandar. Meras orang kerjanya. Memperkosa istri orang. Nanti ditangkapnya orang, diancamnya. Terus diperasnya," kata Toga berapi-api. Toga menyebut, Ismi kerap menggunakan barang bukti hasil tangkapan.
Ia pun menuding bahwa Ismi kerap menjual barang bukti hasil tangkapannya. "Biar kamu tau, dia itu nangkap orang, barang buktinya nanti dipakainya sendiri. Kadang dijualnya. Namanya udah gila. Udahlah, gak usah kalian tanggapi kali," ucap Toga. Sejak Direktur Narkoba Polda Sumut dijabat oleh Kombes Pol Anjar Dewanto, Ismi sudah aktif berdinas dan menangkap beberapa bandar narkoba.
Apakah di balik Ismi ada pejabat yang membekinginya? "Enggak ada itu backup-backup. Memang udah gitulah kerja dia. Nakut-nakuti orang. Nanti, ditangkapnya orang enggak bersalah. Terus, dijebaknya. Padahal enggak ada barang buktinya. Setelah dijebak, dirampoknya."
Menurut Toga, permasalahan ini sudah pernah diklarifikasinya melalui temu pers dengan berbagai media. "Udah lah, kita pun kan udah konferensi pers. Ngapailah kamu tanya-tanya lagi. Dia itu buat malu polisi aja."
Menurut perwira berpangkat tiga melati emas ini, jika tudingan Ismi itu benar, maka ia meminta mantan anak buahnya itu untuk membuktikannya.
"Kalau dia tuduh saya, kita buktikan. Silakan dia buktikan. Jangan dia asal ngomong aja."
Menurut Toga, perselisihannya dengan Ismi tidak perlu lagi diungkit-ungkit. Sebab, kata dia, semua orang sudah tau bahwa Ismi itu kerap menjual barang bukti. "Jangan bolak-balik ini-ini ajalah. Banyak lagi yang mau kita kerjakan. Kalau ada anggota kita terlibat (narkoba), pasti kita basmi."
Ia menuding, semua keterangan Ismi hanyalah karangan belaka. Sebab, kata Toga, yang jelas terbukti bersalah adalah Ismi. "Kan gilak dia itu. Dia yang ditangkap, kita yang dituduh-tuduhnya. Selama ini, memang kita biari. Tapi sudah lah."
Ia menekankan, dirinya sama sekali tak pernah takut dengan para bandar narkoba. "Saya enggak pernah takut. Saya mati, mati sana," kata Toga.
Sebelum mengakhiri perbincangan, Toga kembali menanyakan identitas Tribun. "Siapa nama kamu tadi? Kamu postingnya di mana? Kan biasanya sudah ada (yang di Polda). Ngapailah ditanya-tanya itu lagi. Jangan oh, oh aja kamu." (cr5/cr1)

Sumber: Tribun Medan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas