Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ratusan Petani Wongsorejo Banyuwangi Tuntut Pengelolaan Lahan ‪

"Dan lagi kesejahteraan menjadi buruh industri tidak lebih baik dari petani," ucapnya.

zoom-in Ratusan  Petani Wongsorejo Banyuwangi Tuntut Pengelolaan Lahan ‪
surya/wahyu Nurdianto
Ratusan petani yang tergabung dalam Organisasi Petani Wongsorejo Banyuwangi (OPWB) saat berunjuk rasa di Gedung DPRD Banyuwangi, Rabu (24/9/2014). 

TRIBUNNEWS.COM,BANYUWANGI - Ratusan petani dari Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur mendatangi DPRD Banyuwangi, guna menuntut pemerintah daerah membatalkan rencana pembangunan kawasan industri di area Bongkoran, yang berada di area perkebunan Pasewaran, Wongsorejo.

Selain itu, ratusan petani yang tergabung dalam Organisasi Petani Wongsorejo Banyuwangi (OPWB) ini juga menuntut hak tanah seluas 220 ha di area yang mereka tempati selama puluhan tahun tersebut.

Tuntutan ini dibacakan para petani saat mengelar unjuk rasa di gedung DPRD dan Kantor Pemda Banyuwangi, Rabu (24/9/2014).

Koordinator aksi, Yateno menjelaskan, sengketa lahan ini harusnya bisa selesai apabila Pemkab Banyuwangi memperhatikan kepentingan warga Bongkoran yang mayoritas petani.

"Selain itu sudah ada surat dari Komisi Hak Asasi Manusia pada tanggal 24 April 2014 lalu yang merekomendasikan penghentian rencana pembangunan kawasan industri di wilayah tersebut," papar Yateno sambil menunjukkan surat dari Komnas HAM yanh ditandatangani oleh Komisioner Otto Nur Abdullah.

Dalam surat tersebut, Komnas HAM merekomendasikan atau menyarankan dua hal pokok kepada Pemerintah Daerah Banyuwangi, yang pertama membatalkan pelaksanaan rencana menjadikan kawasan Bongkoran sebagai kawasan industri.

Dan yang kedua, menunda pelaksanaan rencana kawasan industri sampai pemerintah daerah memberi pelatihan yang cukup bagi warga untuk mengubah pola hidup sebagai petani menjadi pekerja industri.

Berita Rekomendasi

Untuk saran yang kedua, Yateno menyatakan petani menolak dipekerjakan di industri karena tidak sesuai dengan kultur warga sebagai petani.

Menurut Yateno, di lahan tersebut  ada sekitar 287 kepala keluarga yang menetap sejak 1950-an dan secara turun temurun berprofesi sebagai petani.

"Dan lagi kesejahteraan menjadi buruh industri tidak lebih baik dari petani," ucapnya.

Sumber: Surya
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas