Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pilih Pindah Rumah Agar Tak Trauma

”Istri saya sangat terpukul. Mega waktu itu anak satu-satunya. Saya sendiri sulit menerima kenyataan. Tetapi, kalau saya jatuh, bagaimana dengan istri

zoom-in Pilih Pindah Rumah Agar Tak Trauma
globalnews
Ilustrasi kebakaran 

TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Cerita pontang-pontang bergelut dengan shock akibat kebakaran itu juga dialami pasangan Sugianto dan Cece, warga Jl Botoputih.

Sugianto mengaku  butuh waktu bertahun-tahun untuk menyembuhkan trauma, terutama yang dialami istrinya Cece.

Istrinya sama sekali tidak mengalami luka fisik dalam itu. Tetapi mentalnya sangat terguncang.  

Berminggu-minggu pasca-kejadian ia masih sering menangis, melamun, hingga kadang berakhir pingsan.

Sugianto pontang-panting mencari cara menguatkan kembali batin istrinya. Ia tinggalkan pekerjaanya di perusahaan rokok di Malang.

Ia memilih menggunakan seluruh waktunya untuk mendampingi hari-hari istrinya melewati trauma.

Sugianto mengisahkan, musibah itu dialaminya  24 Mei 1999 silam.

Berita Rekomendasi

Rumah mereka di Jalan Botoputih, Ampel, hancur karena kebakaran pagi itu. Putrinya, Mega yang berumur 9 tahun menjadi korban.

Kebakaran terjadi karena kebocoran tabung elpiji. Api muncul setelah ledakan menghancurkan atap dan dinding rumah dua lantai itu.

Mega dan adik kandung Cece mengalami luka bakar. Jemari adik kandung Cece hancur. Mega mengalami luka bakar 50 persen.

Lima hari kemudian, Mega meninggal setelah menjalani perawatan di RSU Dr Soetomo.  

”Istri saya sangat terpukul. Mega waktu itu anak satu-satunya. Saya sendiri sulit menerima kenyataan. Tetapi, kalau saya jatuh, bagaimana dengan istri saya? Dari sana saya mulai bangkit dan membantu istri agar bisa menerima keadaan,” ujarnya.


Sugianto akhirnya memilih keluar dari pekerjaannya. Dia ingin mendampingi hari-hari istrinya melewati trauma yang berkecambuk. Dia tidak ingin, istrinya terus larut dalam kesedihan.

”Saya tidak ingin dia sendiri. Saya ingin setiap hari, pagi, siang, sore sampai malam bersama istri saya. Karena itu saya memilih keluar dari pekerjaan saya,” kata Sugianto.

Pria kelahiran Malang 54 tahun silam itu terjun juga membantu sang istri merias pengantin.

”Mau bagaimana lagi. Demi menjaga keselamatan rumah tangga saya, terutama istri, saya ikut rias pengantin dan mendekor pelaminan,” ujarnya sembari tersenyum simpul.
Untuk menghilangkan trauma, mereka pilih pindah rumah, keluar dari kampung Botoputih.  

Awalnya, Sugianto ingin membangun kembali rumah itu. Karena permintaan sang istri, Sugianto memilih mengalah.

Dia berharap, dengan pindah, istrinya bisa perlahan melupakan tragedi itu.

Sumber: Surya
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas