Siswa Tuna Grahita Butuh Kurikulum Modifikasi
Mendidik anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan keahlian khusus. Hal ini diakui 25 guru dan perwakilan perguruan tinggi
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA – Mendidik anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan keahlian khusus. Hal ini diakui 25 guru dan perwakilan perguruan tinggi yang belum lama ini dikirim ke Australia untuk mengikuti program Australian Leadership Awards Fellowship (ALAF).
Budi Cahyono, guru SDN 4 Krebet, Ponorogo mengungkapkan tantangan pertama untuk bisa membangun karakter ABK datang dari lingkungan dan masyarakat setempat. Diakuinya, saat ini masih ada diskriminasi masyarakat terhadap anak-anak inklusif.
“Kita harus bisa mengubah pandangan itu hingga akhirnya mereka bisa berempati terhadap ABK,”kata Budi saat mempresentasikan laporan programnya di kantor Dinas Pendidikan Jatim, Rabu (26/11/2014).
Diakui Budi, selama menuntut ilmu selama sebulan di Queensland University of Technology, Australia sangat bermanfaat untuk pengembangan pembelajaran siswa inklusif di sekolahnya.
Dia membuat program pembelajaran individual agar guru dapat mengetahui kebutuhan siswa serta menagjaknya untuk berinteraksi.
Manager inklusi SMKN 8 Surabaya, Trima Wahyu Mulyo Basuki yang juga peserta program ini mengakui ilmu dari Australia telah dipraktekkan di sekolahnya. Saat ini di sekolahnya ada 54 siswa inklusi. Paling banyak di jurusan tata boga, kecantikan dan busana.
Dalam, proses pembelajaran dia memberikan metode berbeda untuk masing-masing ketunaan. Untuk tuna wicara tetap mengikuti kurikulum laiknya siswa normal. Sedang tuna grahita ada modifikasi kurikulum.
Tingkat kesulitan soal diturunkan menjadi 50 hingga 70 persen dan pertanyaannya disesuaikan dengan kemampuan siswa.
”Contoh anak jurusan boga diminta menyebutkan bahan makanan. ABK hanya cukup menyebutkan tiga saja. Tapi kalau anak normal bisa sampai 10,”terangnya.
Basuki optimis dengan sistem pembelajaran itu lebih bisa diserap siswa hingag siswa siap masuk dunia kerja. Saat ini telah banyak siswa inklusi yang lulus dan bekerja di salon kecantikan.
Dia memang getol menjalin kerjasama dengan dunia usaha dan dunia industri (dudi) agar alumni ABK bisa diterima bekerja.
”Saya ingin bekerja sama dengan beberapa salon kecantikan dan restoran fast food untuk merintis usaha. Nanti ada MoU dengan sekolah,” ujarnya.