Jangan Posisikan Perempuan Sebatas Mencari Kutu
Porsi pemberitaan media soal nilai plus perempuan dalam berusaha meningkatkan taraf hidup dan perjuangan kseteraan
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, ATAMBUA -- Masalah gender (perempuan) dan kemiskinan selama ini sering diabaikan pekerja media, padahal persoalan ini selalu hadir di tengah masyarakat. Porsi pemberitaan media soal nilai plus perempuan dalam berusaha meningkatkan taraf hidup dan perjuangan kseteraan gender belum banyak dilihat media. Untuk itu, jurnalisme sadar gender mutlak dihadirkan dengan sering berdiskusi bersama semua pihak yang peduli pada isu gender.
"Saya salut dengan kolom Tapaleuk yang ada di Pos Kupang, itu bisa dipakai untuk menulis tentang kondisi riil isu perempuan dengan gaya bahasa yang ringan. Jangan memposisikan perempuan hanya sebatas mencari kutu tapi ada hal menarik yang bisa diangkat di kolom itu."
Demikian sari pendapat Pakar Komunikasi dari Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Pater Dr. Edu Dosi, SVD, pada diskusi bersama kalangan media di perbatasan RI-RDTL di Hotel Permata, Atambua, Jumat (23/1/2015).
Diskusi ini difasilitasi Panitia Pengembangan Sosial Ekonomi (PPSE) Keuskupan Atambua didukung Yayasan BaKTI, dengan moderator, Ferdinandus Hayon (Pos Kupang).
Pater Edu sebagai pembicara tunggal mengupas materi, "Sinergitas Jurnalis dalam mendorong pemberitaan yang responsif gender dan pro poor" membentangkan soal hasil penelitian terhadap keberpihakan media atas isu perempuan. Dari media lokal yang ada, keberpihakan pada isu perempuan masih sangat minim. Kalaupun ada, masih sebatas kekerasan fisik, namun belum ada informasi mengenai keberhasilan perempuan yang berjuang untuk menopang hidup.
"Saya ambil contoh, perempuan Sabu yang bisa mengiris tuak untuk menyambung hidupnya. Ini kondisi kalau dikemas secara baik, maka akan sangat menarik. Atau bagaimana perjuangan kaum perempuan di Belu untuk duduk di parlemen dari setiap periode meningkat. Ini sangat menarik, namun belum diangkat ke permukaan. Saya kira kemampuan itu sudah ada tinggal kesadaran untuk melihat kondisi riil lalu dikemas, dan diangkat ke publik belum. Saya kira diskusi bersama ini membuka cakrawala untuk melihat isu-isu gender sebagai informasi publik yang sangat menarik," ujar mantan wartawan 32 tahun ini.
Menurutnya, kerja wartawan itu mulia, menyebarkan kabar sukacita kepada semua orang. Media mampu membentuk opini masyarakat dengan tulisannya. Untuk itu, para jurnalis dituntut untuk menulis dengan akurat, berimbang, dan mampu mencerdaskan pembaca.
"Berita perempuan dan kemiskinan akan menjadi menarik kalau jurnalis pandai menempatkan setiap kata. Tulisan sederhana tetapi memikat pembaca. Saya kira dengan banyak berdiskusi, banyak belajar, saya pikir isu perempuan akan menjadi tulisan yang sangat menarik. Jurnalis akan berimprovisasi dengan tulisan ringan dengan menunjukkan kondisi riil, akan menarik orang untuk membaca," ujar Pater Edu. (yon)