Istri Kepala Kelompok Bersenjata Din Minimi Terpaksa Menderes Karet
"Saya selalu berdoa agar Bang Din selamat. Kami rindu, anak-anak selalu bertanya di mana ayahnya," ujar Linawati, istri Din Minimi, eks kombatan GAM.
Editor: Y Gustaman
Laporan Tim Wartawan Serambi Indonesia
TRIBUNNEWS.COM, ACEH - Sejak suaminya menyatakan kembali mengangkat senjata dan melawan pemerintah, Linawati (35) terus merapal doa, kelak pada waktunya kembali ke tengah keluarga dan berkumpul bersama anak-anaknya.
"Saya selalu berdoa agar Bang Din selamat. Kami rindu, anak-anak selalu bertanya di mana ayahnya," ujar Linawati saat diwawancarai Serambi Indonesia, Kamis (28/5/2015). (Baca juga: Anggota Kelompok Bersenjata Din Minimi Tak Tahan Ingin Bertemu Istri)
Polisi mengangkat salah satu anggota kelompok Din Minimi.
Suami Linawati adalah Nurdin bin Ismail Amat alias Din Minimi, eks kombatan Gerakan Aceh Merdeka atau GAM. Ia dan anggotanya dikaitkan dengan sejumlah kasus penculikan, bahkan pelaku pembunuhan terhadap dua anggota Kodim Aceh Utara di Nisam Antara, Aceh Utara pada 24 Maret lalu.
Dalam beberapa kali kontak senjata, ia lolos. Namun, empat anak buahnya tewas di Pidie dalam dua kali baku tembak. Sikap Din Minimi berjuang dengan memanggul senjata, mengubah drastis keseharian sosok mantan kombatan GAM angkatan 1997 itu.
Salah satu anggota kelompok bersenjata Din Minimi terluka. (Foto Serambi Indonesia)
(Baca juga: Kelompok Din Minimi Ogah Turun Gunung Meski Dapat Keringanan Hukuman)
Setelah ditinggal suaminya berjuang menuntut keadilan pemerintah Aceh, Linawati dan anaknya hidup tak menentu. Hari-harinya cemas, sedih, takut jika suaminya pulang tertembak. Tapi Linawati juga harus berjuang untuk menghidupi anak-anak dan dirinya.
"Hampir satu tahun ini saya susah, sedih. Lebih sedih lagi kalau lihat anak-anak yang masih kecil-kecil. Dengan apa saya membiayai hidup mereka sekarang?” ujarnya lirih.
Sejak Din Minimi diburu aparat, praktis Linawati menjadi tulang punggung untuk ketiga anaknya. Ia bekerja keras membiayai hidup dengan menderes getah di kebun karet milik warga kampung. Seminggu Lisnawati hanya mampu menderes 30 kilogram getah. Separuh untuknya dan separuh lagi untuk pemilik kebun. Getah miliknya dijual ke pasar Rp 5 ribu per kilogram.
"Saya hanya ingin tolong selamatkan Bang Nurdin. Kami ingin Bang Din kembali, hidup bersama seperti dulu," harap Lisnawati dengan suara tercekat. (Baca juga: Gubuk Kelompok Din Minimi Dihujani Tembakan Personel TNI dan Polisi)
Keluarga Din Minimi tinggal di Julok, Aceh Timur. Di kalangan warga Desa Ladang Baroe, keluarga Din Minimi termasuk miskin. Dulu ia bersama istrinya tinggal di sebuah rumah bersama tiga anak.
Ibu kandung Dini Minimi tinggal di rumah sebesar rumah yang didiami Lisnawati dan ketiga anaknya. Safiah, ibu Din Minimi yang berusia 70 tahun sehari-hari hanya tiduran di tikar. Ayahnya, Ismail Amat, hilang jejak pada 2004 silam. Adik Din Minimi, Hamdani alias si Tong juga hilang diculik.
Tak jauh dari situ, terdapat rumah mertua Din Minimi yang ditempati Tgk Hasan (90) dan Martini (60), keduanya hanya bisa tidur di tikar, dan beberapa anggota keluarga lainnya.
"Kami di sini ramai. Tinggal bersama, semua harap-harap cemas menunggu kepulangan Bang Din," ujar Linawati. "Saya berharap Pak Gubernur selamatkan suami saya. Suami saya tidak ada musuh dengan TNI. Anak-anak kami masih kecil-kecil," ujarnya.
Bagi Lisnawati, Din Minimi adalah suami dan ayah yang baik. Sejak membina keluarga pada 2000, hubungan mereka baik. Sampai akhirnya Linawati mendapati kenyataan pahit: suaminya buronan aparat keamanan dan terpaksa hidup berpindah-pindah.