Minta Hujan, Warga Blitar Saling Cambuk hingga Berdarah-darah
Mereka ingin beradu kekuatan, demi mendatangkan air hujan.
Editor: Mohamad Yoenus
Sebelum mendapatkan lawan, ia memutar-mutarkan cambuknya di atas panggung, sambil berjoget, mengiringi musik jaranan.
Karena cambuknya diputar-putar, itu berarti ia mencari lawan.
Akhirnya, Edi Eni (40), warga Desa Maliran, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar, terpancing.
Karena umur dan postur tubuhnya dianggap imbang, wasit mempersilahkan keduanya berhadapan.
Untuk menentukan pertandingan ini, keduanya harus bersepakat dulu, siapa yang mencambuk duluan, dan siapa yang menahannya.
Setelah disepakati, baru bertandingan dimulai. Saat itu, Sutrisno yang mencambuk duluan selama tiga kali ke tubuh Edi.
Edi hanya menangkisnya, dengan cambuk, yang dipegangnya. Begitu pula, saat Edi giliran mencambuk, Sutrisno, gantian yang menangkis.
Meski tak ada ketentuan menang atau kalah, namun dalam pertandingan itu, Sutrisno dianggap kalah.
Sebab, tiga kali cambukan Edi, selalu mengenai punggungnya, hingga terluka dan mengeluarkan darah.
Namun demikian, luka Sutrisno itu tak dirasakan. Sebab, sebentar diolesi dengan air liur si wasit, rasa nyerinya langsung berkurang.
"Kalau sudah diolesi seperti itu, meski kena air, nggak perih laagi," tutur Sutrisno yang mengaku sudah tiga kali mengikuti pertandingan ini.
Menurut Wakidi, ini bukan pertandingan kalah atau menang.
Namun, ini adalah ritual. Karena itu, semakin banyak peserta yang terluka apalagi sampai berdarah, diyakininya kian memcepat turunnya hujan.
"Luka itu merupakan bentuk pengorbanan bagi warga, yang butuh air hujan. Karena itu, mereka rela mengorbankan darahnya keluar demi ingin mendapatkan air hujan. Dan, itu sudah kami lakukan sejak nenek moyang dulu," tuturnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.