Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Perajin Wayang Kulit Asal Kediri Kewalahan Terima Pesanan Pelanggan

Nanang Prawito (34) ketiban untung lewat jasanya membuat wayang baru dan servis wayang rusak pesanan banyak dalang dan pemilik peralatan sewa wayang.

Editor: Y Gustaman
zoom-in Perajin Wayang Kulit Asal Kediri Kewalahan Terima Pesanan Pelanggan
Tribunnews.com/ Reynas Abdila
Pertunjukan wayang kulit di Museum Wayang di kawasan Kota Tua, Jalan Pintu Besar Utara Nomor 27, Jakarta Barat. 

Laporan Wartawan Surya, Didik Mashudi

TRIBUNNEWS.COM, KEDIRI - Nanang Prawito (34) ketiban untung lewat jasanya membuat wayang baru dan servis wayang rusak pesanan banyak dalang dan pemilik peralatan sewa wayang.

Pelanggan warga Desa Tambibendo, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri ini termasuk para kolektor wayang yang ingin mengoleksi tokoh wayang idolanya. Meski harga wayang kulitnya tergolong mahal, pelanggan selalu saja datang ke rumahnya.

Harga wayang termahal adalah gunungan yang mencapai Rp 5 juta. Sedangkan wayang termurah seperti tokoh Srikandi, dibanderol Rp 300 ribu karena memang bentuknya kecil.

Nanang sangat memperhatikan bahan untuk wayang pesanannya. Untuk bahan ia menggunakan kulit sapi atau kulit kerbau, dan gapitnya dari rotan atau tanduk kerbau.

"Kalau hanya untuk koleksi biasa gapitnya memilih dari rotan, tapi kalau dalang biasa memilih tanduk kerbau," ungkap Nanang kepada Surya beberapa waktu lalu.

Harga gapit tanduk kerbau ukuran satu meter sekarang sudah mencapai Rp 400 ribu, sedangkan kulit semakin besar ukuran wayang maka akan semakin mahal.

BERITA REKOMENDASI

"Kalau wayangnya besar butuh waktu lebih lama membuatnya. Untuk menatah dan membentuk wayang saja waktunya dua sampai tiga hari. Belum lagi mengecatnya, bahannya lebih banyak," ungkap dia.

Nanang sempat kewalahan menerima banyak pesanan pelanggan. Karena praktis ia hanya sendiri membuat wayang. Kalau sudah kewalahan makan ia akan menolak pesanan pelanggan.

Kini ia mengaku lega karena saat sudah punya seorang asisten Muhammad Osa (17), seorang pelajar SMK. Remaja ini punya minat menjadi perajin wayang yang kini sudah jarang. Osa pun nyantrik di rumah Nanang untuk menjadi perajin wayang.

Dalam sebulan setidaknya Nanang mendapat lima sampai enam pesanan wayang baru. Jumlah itu belum termasuk permintaan memperbaiki wayang kulit yang rusak atau mengecat ulang wayang.

Soal biaya servis wayang tergantung tingkat kerusakannya serta pengecatan ulang. Nanang mengaku penggemar wayang akhir-akhir ini memang mengalami peningkatan.


Kerajinan wayang mulai ditekuni Nanang sejak lulus sekolah menengah kejuruan. Namun sejak kelas tiga sekolah dasar ia sudah cinta membuat wayang sendiri. "Awalnya saya membuat wayang dari kardus. Kalau sekarang dari kulit," cerita dia.

Darah seni menjadi perajin wayang turun dari almarhum Maritjan, kakeknya yang tak lain seorang pengrawit gamelan. Sang kakek kerpa mengajak Nanang kecil menonton pertunjukan wayang.

Termasuk belajar menatah dan mengecat wayang belajar secara otodidak. Bahan kulit untuk wayang itu juga dipersiapkan sendiri dengan mengerok sisa bulu yang tersisa. Setelah kulit dicuci bersih barulah dimulai menggambar wayang yang akan dibuat.

Saat menatah atau menyungging wayang, perajin dituntut telaten dan teliti. Setelah itu barulah dilakukan pengecatan wayang. Untuk satu jenis wayang butuh banyak aneka perwarnaan.

Sejauh ini pelanggan banyak pelanggannya yang memesang tokoh Pandawa, Kresna dan Anoman. Rata-rata wayang tersebut dijual antara Rp 2 - Rp 3 jutaan.

Nanang berharap generasi muda tertarik untuk menekuni pembuatan wayang. Selain melestarikan budaya leluhur, menjadi perajin wayang ternyata dapat menjanjikan penghasilan.

Sumber: Surya
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas