Berada di Dusun Babatan Wiji Omboh Blitar Ini Serasa di Negeri Antahbrantah
Berada di dua dusun itu, terasa seperti bukan sedang menginjakkan kaki di Kabupaten Blitar.
Editor: Sugiyarto
Sebab, sebagian besar, jalannya masih berupa tanah, sehingga kalau hujan, berlumpur.
"Wes, nggak bisa lewat kalau hujan, wong tanahnya lengket ke ban. Belum lagi kalau ban kempes, kami harus menuntun karena tak ada tambal ban. Susah mas hidup di sini,"
ujar Supri.
Begitu juga, kalau sampai kendaraan itu kehabisan bensin di tengah jalan, itu lebih susah lagi.
Jangankan mencari penjual bensin, berpapasan dengan pengendara lain saja, cukup jarang.
Paling-paling, ya hanya menemui orang memikul rumput, keluar dari hutan.
Sesekali, juga menemui orang pulang dari ladang. Itu pun, juga jarang karena jarak antara ladang dengan perkampungan cukup jauh, sehingga warga tak tiap hari pergi berladang.
"Kalau ke dusun itu, jangan sampai kemalaman. Bila sudah senja, mendingan menginap saja. Sebab, jalannya gelap gulita. Jangankan lampu penerangan jalan, wong jaringan listrik saja, belum ada," ungkapnya.
Dijelaskan Supri, meski kondisi dusunnya seperti itu hampir tak pernah terjadi kasus pencurian atau kejahatan serupa.
Alasannya, selain jarang ada pendatang, juga tak ada jalan tembus karena dusun itu dikelilingi hutan.
"Cuma kalau malam gelap dan warganya jarang yang keluar rumah. Mungkin, mereka capek karena seharian sudah bekerja di ladang," ungkapnya.
Namun dibandingkan tahun 2011 lalu, kondisi dua dusun sudah lebih baik.
Itu karena kini sudah dua kincir air, buatan warga. Itu dipakai pembaangkit listrik, untuk menerangi rumah warga.
Namun, ya begitu, daya listriknya masih rendah, sehingga hanya menyala malam saja," kata Sugeng (33), kepala dusun setempat, Minggu (8/11/2015).