Misa Natal nan Kental Nuansa Jawa di Gereja Hati Kudus Ganjuran Jogja
Nuansa khidmad terasa saat tabuhan gamelan dan gending jawa dengan lirik rohani mengalun di tengah sebuah pendhapa besar yang dipadati ribuan orang.
Editor: Sugiyarto
![Misa Natal nan Kental Nuansa Jawa di Gereja Hati Kudus Ganjuran Jogja](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/misa-natal-bernuansa-jawa_20151225_185817.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, BANTUL - Nuansa khidmad terasa saat tabuhan gamelan dan gending jawa dengan lirik rohani mengalun di tengah sebuah pendhapa besar yang dipadati ribuan orang.
Bangunan yang kental dengan arsitektur jawa itu merupakan bagian utama dari Gereja Hati Kudus Tuhan Yesus, Ganjuran, Sidomulyo, Bambanglipuro yang pada Kamis (24/12/2015) memulai misa natal 2015.
Seperangkat gamelan yang bergelar Ki Pujoharsono Kusumaningtyas tersebut memang menjadi bagian tak terpisahkan dari berbagai prosesi peribadatan di gereja tersebut.
Budaya Jawa sudah kental terlihat dari pendapa yang menjadi aula utama gereja, berbagai ukiran dan sokoguru menegaskan hal tersebut.
Bahkan, arca Yesus yang berada di sekitar altar juga memakai pakaian kebesaran raja Jawa.
Panitia perayaan natal 2015 Gereja HKTY Ganjuran, Agustinus Suprapto, menjelaskan prosesi misa malam natal kali itu memang digelar dalam bahasa Jawa dengan tata cara upacara yang juga telah dipadukan dengan budaya Jawa.
"Prosesi upacaranya memang menggunakan bahasa Jawa, sebelum dimulai juga ada sendratari dengan tema kelahiran Yesus," ungkapnya.
Kentalnya budaya Jawa dalam misa tersebut juga terlihat dari Romo yang memimpin misa Romo Yohanes Krismanto Pr, serta sebagian jemaat yang memakai pakaian jawa lengkap seperti blangkon, surjan, jarik, atau kebaya untuk beribadat.
Sendratari yang digelar dalam misa dengan judul "Maria Tuwin Elizabeth" juga diiringi gamelan dan juga nyanyian sinden,
Selain itu meski menampilkan fragmen cerita kelahiran Yesus di Timur Tengah, para pemain menggunakan pakaian Jawa, sehingga pementasanya tak jauh beda dengan kethoprak atau wayang orang.
"Selain njawani, umat di sini lebih sering memakai bahasa Jawa, lebih mantap rasanya kalau pakai bahasa Jawa dan gamelan," kata seorang jemaat, Petrus Slamet Sardimulyono. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.