KPU Kalteng Dinilai Arogan dan Cenderung Memihak
Sesi kedua rapat rekapitulasi perhitungan suara pilgub Kalimantan Tengah (Kalteng) berlangsung sengit.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sesi kedua rapat rekapitulasi perhitungan suara pilgub Kalimantan Tengah (Kalteng) berlangsung sengit.
Rapat pleno rekapitulasi hasil Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Tengah, yang dilakukan di Hotel Aquarius, Jumat (5/2/2016).
Saksi-saksi pasangan calon nomor urut 2 (Willy-Wahyudi) atau Wibawa menghujani pimpinan sidang dengan berbagai gugatan terkait dugaan kecurangan dan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi sejak proses pemungutan suara hingga rekapitulasi penghitungan suara di tingkat kabupaten-kota.
Saksi pasangan Wibawa mengungkap dan menggugat berbagai kejanggalan yang ditemukan. Banyak diantara berbagai temuan dan gugatan tersebut diamini oleh Panwaslu baik daerah maupun propinsi. Sementara di sisi lain, KPU cenderung mengabaikan dan tidak menggubris berbagai pelanggaran yang vulgar tersebut.
Sidang yang dipimpin oleh salah satu komisioner KPU Provinsi itu berjalan secara otoriter bahkan cenderung bersikap anarkis dan arogan.
Deddy Sitorus, Kordinator menyatakan bahwa. "Sikap dan cara pimpinan sidang itu benar-benar-benar pemaksaan yang kasar. Bukan begitu cara pimpinan lembaga penyelenggara pemilu yang bertanggung jawab tidak saja terhadap prosedur tetapi juga esensi demokrasi. Kami akan menyikapi ini melalui DKPP dan upaya hukum lain,” kata Gugus Tugas Pemenangan DPP PDI Perjuangan, Deddy Sitorus.
Lebih lanjut Deddy mengatakan bahwa pihaknya curiga bahwa sikap anarkis dari KPU Kalteng ini tak lebih dari upaya memastikan agar pasangan Wibawa tidak memenuhi legal standing guna menggugat di MK.
“KPU Kalteng sedang menyampaikan pesan yang terang benderang kepada rakyat Indonesia, dalam pilkada silakan berbuat securang-curangnya, toh nanti tidak bisa digugat di MK,” ujarnya.
Saksi pasangan Wibawa, Eko Sigit menjelaskan setidaknya telah terjadi 61 kasus di 61 TPS di Kecamatan Antakalang, Kabupaten Kotawaringin Timur dimana lembar C1 tidak diberikan pada saksi. Lalu ada bamyak kejadian dimana lembar C1 tak terisi namun proses rekap diteruskan.
“Ini jelas pelanggaran fatal. Tetapi tiba-tiba pimpinan sidang langsung mengesahkan rekap untuk Kabupaten tersebut. Kami juga menggugat mengapa banyak sekali rekomendasi Bawaslu yang tak disikapi. Proses ini terkesan dipaksakan dan rekapitulasi di propinsi Kalteng ini tak lebih dari sandiwara kotor semata,” ungkapnya.