Rini Temukan Benda Menyerupai Kaki Katak Dalam Susu Kemasan
Anak Rini, yakni A (7), diduga mengalami keracunan setelah meminum produk susu kemasan dengan merk tertentu tersebut.
Penulis: Teuku Muhammad Guci Syaifudin
Editor: Wahid Nurdin
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Teuku Muh Guci S
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Rini Tresna Sari (46), mengadukan salah satu produsen susu kemasan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Bandung, Jalan Matraman No 17, Kecamatan Lengkong, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (22/2/2016).
Anak Rini, yakni A (7), diduga mengalami keracunan setelah meminum produk susu kemasan dengan merk tertentu tersebut.
Selain itu, ditemukan benda aneh yang menyerupai bagian kaki katak dari dalam bungkus susu kemasan itu.
Rini mengatakan, anaknya mengalami beberapa hal setelah minum susu kemasan tersebut.
Ia yang sempat merasakan setetes susu kemasan tersebut pun merasakan efek yang tak biasa. Menurutnya, mulutnya terasa gatal meski hanya merasakan setetes sisa susu kemasan tersebut.
"Sekitar 10 menit terasa gatal. Saya lihat anak saya, bibirnya tebal dan gusinya bengkak. Kemudian anak saya demam dan batuk-batuk. Tapi tidak langsung saya bawa ke rumah sakit karena kalau dokter kan tunggu gejala klinis dulu. Pada malamnya, badan anak saya merah," ujar Rini kepada wartawan di kantor BPSK Kota.
Rini mengatakan, anaknya bari dibawa ke Rumah Sakit Advent sore setelah berkonsultasi dengan sejumlah dokter. Didiagnosa keracunan makanan, anaknya pun terpaksa dirawat di rumah sakit hingga 1 Februari 2016.
"Pada 1 Februari 2016 sudah boleh pulang, tapi tidak berarti sembuh karena harus tetap terapi obat dan monitoring dokter," ujar Rini.
Rini mengaku, langsung melakukan komunikasi dengan salah satu produsen susu kemasan tersebut. Ia menghubungi nomor layanan konsumen yang tertera pada bungkus susu kemasan itu.
Awalnya keluhannya mendapatkan respon yang cukup baik hingga akhirnya terjadi ketidaksepakatan.
"Awalnya sempat melakukan pertemuan dan ada sejumlah hasil dari pertemuan. Namun Jumat 19 Februari 2012, ada deadlock sehingga kami laporkan ke pihak yang berwenang," kata Rini. (*)