Gerhana Matahari dan Raksasa yang Marah, Mitos Masa Lalu yang Mulai Memudar
Kisah itu berawal dari kehidupan di Kayangan, tempat para dewa tinggal.
Editor: Robertus Rimawan
TRIBUNNEWS.COM - Di beberapa daerah di Nusantara, terdapat berbagai cerita terkait fenomena Gerhana Matahari.
Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terjadinya Gerhana Matahari dan bulan dikaitkan dengan mitos dendam buto (raksasa) yang tidak mendapatkan air kehidupan para dewa.
Cerita buto tersebut, dulu sering diceritakan oleh para orang tua kepada anak-anaknya.
Bahkan dulu, setiap kali ada gerhana bulan maupun matahari, warga baik tua muda dan anak-anak bersama-sama membunyikan Gejok Lesung (Tempat menumbuk Padi) dan kentongan.
Namun kini, hal tersebut seakan hilang ditelan zaman.
Mitos Gerhana Matahari
Raden Tumenggung (KRT) Rinto Isworo sebagai Penghageng Kalih Widya Budaya Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, mengatakan, zaman dahulu orang tua selalu bercerita bahwa Gerhana Matahari itu karena dimakan Buto (Raksasa).
“Nenek moyang kita dulu, cerita kalau bulan dimakan buto. Jadi mataharinya gelap,” ujar Rinto, Senin (07/03/2016).
Kisah itu berawal dari kehidupan di Kayangan, tempat para dewa tinggal.
Saat itu para dewa hendak membagikan air penghidupan yang diberi nama Tirta Amerta.
Siapapun yang meminum Tirta Amerta akan hidup selamanya.
“Tirta Amerta itu hanya dibagikan untuk khusus para dewa. Selain dewa tidak boleh,” ujarnya.
Kabar akan adanya pembagian Tirta Amerta itu pun diketahui si Buto (Raksasa). Namun karena khusus dewa, maka si Buto memutuskan untuk menyamar.
“Ya karena hanya para dewa, Buto menyamar menjadi dewa,” ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.