Pemerintah Harus Penuhi Harapan Penyintas Gagal Ginjal
Para penyintas gagal ginjal berharap pemerintah membantu para penyintas minimal membantu menyediakan donor ginjal bagi warga masyarakatnya.
Penulis: Khaerur Reza
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Jogja, Khaerur Reza
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Merasakan sendiri susahnya menjadi seorang survivor atau penyintas gagal ginjal, dua perempuan Tika Musfita (24) dan Afriyani (20) berinisiatif mendirikan organisasi Indonesian Kidney Donor.
Organisasi tersebut adalah organisasi yang aktif mengkampanyekan donor ginjal guna membantu kesembuhan dan kenormalan kembali para penderita gagal ginjal.
"Di Indonesia ini donor ginjal belum dianggap wajar, misalnya donor dari pasien yang meninggal dunia di sini masih tabu, padahal itu legal dan dari satu ginjal bisa digunakan untuk donor kepada delapan orang," jelas Tika saat ditemui di RSUP dr Sardjito, Yogyakarta, Kamis (10/3/2016).
Hal itu ditambah karena masih kurangnya perhatian pemerintah terhadap para penyintas gagal ginjal di mana mereka belum bisa memfasilitasi penyediaan donornya.
Kalau pun ada donornya, maka ongkos operasi transplantasi ginjal sangat tinggi sekali meski sudah dibantu BPJS Kesehatan yang hanya maksimal menanggung Rp 250 juta dari sekitar Rp 500 juta biaya operasi.
"Saat ini masih ada ratusan ribu pasien gagan ginjal di Indonesia di mana hanya dia pilihannnya hanya cuci darah seminggu dua sampai tiga kali atau cuci perut sehari empat sampai lima kali, transplantasi ginjal yang merupakan cara terbaik masih berat dilakukan di sini," Afriyani menambahkan.
Berawal dari keprihatinan dan pengalaman pribadi sebagai penyintas, mereka mendirikan organisasi ini dan menyebarkan energi positif kepada para masyarakat yang menjadi penyintas gagal ginjal.
Mereka berharap di Hari Ginjal Internasional ini, masyarakat tak lagi tabu adanya donor ginjal termasuk dari donor mayat. Pemerintah diharapkan juga membantu para penyintas minimal membantu menyediakan donor ginjal bagi warga masyarakatnya.