Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Isu Kerusakan Lingkungan Mencuat Pascabanjir Bandang Dua Warna

Disebut-sebut, di atas bukit sekitar air terjun Dua Warna terjadi pembalakan kayu liar yang diduga dilakukan oleh oknum-oknum tidak bertanggungjawab.

Penulis: Array Anarcho
Editor: Wahid Nurdin
zoom-in Isu Kerusakan Lingkungan Mencuat Pascabanjir Bandang Dua Warna
Tribun Medan/Jefri Susetio
Anggota SAR mengangkat jenazah korban banjir bandang di air terjun Dua Warna, Sibolangit, Deliserdang, Senin (16/5/2016). 

Laporan Wartawan Tribun Medan, Array A Argus

TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Musibah banjir bandang yang terjadi di objek wisata air terjun Dua Warna, Desa Sirugun, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deliserdang belakangan mencuatkan isu soal adanya dugaan pengerusakan lingkungan.

Disebut-sebut, di atas bukit sekitar air terjun Dua Warna terjadi pembalakan kayu liar yang diduga dilakukan oleh oknum-oknum tidak bertanggungjawab.

"Pada tahun 2009, kami sempat melihat adanya kerusakan lingkungan di seputaran kawasan Dua Warna. Saat itu, data yang kami peroleh ada dugaan penebangan kayu liar oleh sejumlah oknum pada saat kami survei Temu Wicara Kenal Medan (TWKM) Mapala Se-Indonesia," ungkap Pusat Kordinasi Daerah Mahasiswa Pecinta Alam Sumatera Utara (PKD Mapalasu), Eprius Wahid Purba, Senin (16/5/2016) malam.

Eprius mengatakan, setelah menemukan data dan fakta tersebut, sejumlah pecinta alam tidak dapat lagi masuk ke kawasan Dua Warna hingga saat ini.

Terlebih, banyak orang-orang yang melakukan pungutan liar.

"Kami mendesak Kementrian Kehutanan dan Dinas Kehutanan Sumatera Utara untuk mengusut adanya dugaan pembalakan kayu liar tersebut. Kami juga berharap, aparat pemerintahan dan polisi bisa menertibkan oknum-oknum yang melakukan pungli di lokasi wisata atas nama pemerintah daerah," ujar Eprius.

BERITA TERKAIT

Dari informasi yang diperoleh Tribun selama ini, banyak wisatawan kerap dipungut biaya dengan nilai yang bervariasi.

Sayangnya, tidak diketahui apakah pungutan itu masuk dalam pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Deliserdang, atau hanya masuk ke kantong-kantong pribadi sejumlah preman.

Meskipun di lokasi itu kerap dipungut biaya, pihak-pihak yang melakukan pengutipan kerap mengabaikan kelestarian lingkungan.

Bahkan, tidak adanya pemantauan keamanan terhadap para wisatawan yang kerap merogoh kocek untuk masuk ke kawasan hutan lindung tersebut.

"Dalam kesempatan ini, kami kembali berharap perhatian pemerintah daerah dan aparat terkait. Sangat-sangat diharapkan, pungli dan kerusakan hutan bisa diberantas demi kenyamanan wisatawan," ujar Eprius.

Jika pungutan liar ini terus dibiarkan, sudah barang tentu wisatawan lokal tidak akan lagi mengunjungi lokasi Dua Warna.

Jangankan wisatawan lokal, wisatawan asing juga pastinya enggan dan takut untuk bersantai di lokasi air tejun yang memiliki dua arus tersebut.

"Kejadian banjir bandang ini baru pertama kali terjadi. Tidak tertutup kemungkinan memang dugaan-dugaan penebangan kayu di wilayah Dua Warna itu kian marak dan memprihatinkan," katanya singkat.(*)

Sumber: Tribun Medan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas