Asal Usul Bripka Seladi Pilih Nyambi Jadi Pemulung Sampah Ketimbang Terima Uang dari Pembuat SIM
Berita tentang Bripka Seladi, anggota Polres Malang Kota yang memiliki bisnis sampingan sampah mendapatkan reaksi dari beberapa pihak.
Editor: Adi Suhendi
Seladi menjadi polisi sejak tahun 1977.
Sejak 16 tahun silam, ia berdinas di Urusan SIM Kantor Satuan Penyelenggara Administrasi (Satpas) Polres Malang Kota.
Lahan yang basah, demikian anggapan orang.
Tetapi Seladi memilih bekerja sampingan untuk menambah penghasilannya demi mencukupi kebutuhan keluarga.
Ia berbisnis jual beli barang, sampai akhirnya cocok berbisnis sampah.
"Sudah jadi anggapan orang, tidak minta pun lho diberi. Seperti contoh, orang nyari SIM, tiga kali tidak lolos. Mereka ada saja yang minta diloloskan sambil ngasih uang."
"Sebenarnya, itu pencari SIM itu bukannya tidak bisa mengikuti ujiannya, tetapi grogi karena ditunggui polisi. Kok ditunggui, orang awam saja kalau ketemu polisi di jalan grogi," tuturnya.
Akhirnya para pencari SIM, ia ajak bicara baik-baik dan diberi pengarahan, termasuk diminta tidak takut dalam menjalani ujian praktik.
Ia memang tidak meloloskan pencari SIM yang memang tidak layak.
Kalau ada yang memberinya uang terimakasih, ia menolaknya atau meminta si pemberi menyerahkannya ke masjid.
"Kalau umpama sehari dikasih uang Rp 50.000 kali 20 orang misalnya dikalikan 16 tahun, hasile lek isa mbendung kali Brantas a (bisa membendung sungai Brantas). Bisa beli rumah di Araya (salah satu perumahan elit di Kota Malang). Tetapi saya tidak ingin, karena itu bertentangan dengan hati nurani," terangnya.
Utang Rp 20 Juta Seladi memilih hidup sederhana, dengan gaji polisinya dan penghasilan dari sampah.
Kini setahun menjelang pensiunnya, Seladi masih memiliki utang sebesar Rp 20 juta ke bank dan koperasi.
Hal itu juga ia kemukakan kepada pimpinannya.