Ombudsman DIY: Penahanan Ijazah Jadi Celah Memidanakan Bos Cokro Telo
Ombudsman DIY berjanji memidanakan Firmansyah, pemilik Cokro Telo Corporation, yang menahan ijazah para pekerjanya.
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Jogja, Ikrar Gilang Rabbani
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYAKARTA - Pada Februari 2016 Ombudsman Daerah Istimewa Yogyakarta menerima laporan ada perusahaan telah menyita ijazah pegawainya sampai menahun.
Walau tidak ada regulasi yang mengatur, Ombudsman menilai penahanan ijazah di dunia industri Kota Yogyakarta tak perlu. Apalagi perusahaan tersebut berdasar pengakuan para bekas pegawai yang melapor, bermasalah.
Kepala Bidang Pelayanan dan Investigasi Ombudsman DIY, Hanum Aryani, menegaskan secara hukum tidak mentolerir ijazah merupakan objek jaminan.
Ijazah tidak boleh dipindahtangankan karena ijazah merupakan milik individu atau pribadi. Sehingga ijazah tidak mempunyai nilai ekonomis untuk ditahan sebagai jaminan.
Menurut dia dalam pengajuan kontrak antara pengusaha atau pihak yang mewakili perusahaan dengan pekerja harus ada keseimbangan hak dan kewajiban bagi keduanya.
Kendati penahanan ijazah oleh pengusaha dimaksudkan untuk menahan pekerja agar tunduk pada kontrak, namun penahanan ijazah tidak dibenarkan dalam aspek apapun.
"Ijazah itu hak pribadi jadi tidak bisa ditahan. PR-nya saat ini adalah terus mensosialisasikan ke pelaku usaha untuk tidak menahan ijazah sebagai jaminan," ujar Hanum saat diskusi tentang penahanan ijazah pekerja oleh perusahaan di kantor Ombudsman DIY, Kamis (23/6/2016).
Ombudsman DIY menampung pengaduan pada 29 Februari 2016 dari beberapa pekerja dan mantan pekerja perusahaan Cokro Telo Corporation (CV Cipta Mandiri Kreasindo).
Masa kontrak mereka belum selesai namun sudah berhenti bekerja karena masalah internal perusahaan. Para pekerja meminta bantuan Ombudsman DIY untuk mengeluarkan ijazah mereka yang ditahan pemilik perusahaan, Firmansyah.
Hanum mengatakan, kasus ini spesial karena meski pekerja memberhentikan diri sebelum masa kontrak selesai, para pelapor ini tidak bisa dikatakan pekerja yang tidak baik.
Dari sisi kontrak, para pelapor memang lemah. Namun alasan-alasan di balik berhentinya para pekerja perlu menjadi pertimbangan untuk pengembalian ijazah.
"Mereka bukan pekerja yang berperilaku tidak baik, karena mereka terpepet dan memutuskan keluar. Jadi kita mengambil momen pengembalian ijazah ini melalui celah hukum pidana," ungkap Hanum.
Celah Pidana
Hanum menjelaskan, bila kemauan dari pelapor adalah pengembalian ijazah, maka Ombudsman DIY bisa mengambil kesempatan melalui celah pidana yang dilakukan bos Cokro Telo tersebut.
Ombudsman DIY mendesak Kepolisian Daerah DIY untuk mengusut tindak pidana penahanan ijazah oleh bos perusahaan sehingga para pekerja dapat menerima kembali ijazahnya.
"Jalan terakhirnya dengan celah hukum pidana tersebut karena ada pelanggaran selain penahanan ijazah untuk menguatkan Polda agar segera menindaklanjuti laporan atau mengusut pemilik Cokro Telo," tegas Hanum.
Sejauh ini Ombudsman DIY hanya bisa mendampingi para pelapor untuk mendapatkan ijazahnya kembali.
Kasus atau permasalahan internal perusahaan, Hanum serahkan sepenuhnya ke kepolisian dan Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta.
Pengawas Dinsosnakertrans Kota Yogyakarta, Haryono, mengungkapkan pihaknya tidak bisa menjamin untuk proses pengembalian ijazah karena terkendala pada kontrak kerja yang sudah ditandatangani pelapor dengan pemilik perusahaan.
Dinsosnakertrans bisa menindak pemilik perusahaan yang tidak sesuai dengan etika bisnis tersebut.
"Kita hanya bisa mengusut soal hubungan industrialnya saja, mungkin saja setelah kita tindak pemilik mau mengembalikan ijazah para pelapor," ujar Haryono.
Kasubbid Sunluhkum Bidkum Polda DIY Kompol Siswadi mengatakan, kepolisian bisa bertindak bilamana para pelapor sudah melapor ke kepolisian, lengkap melampirkan saksi.
"Kalau sudah dibuat laporan maka baru bisa kita melakukan penyelidikan terhadap perusahaan dan orang yang menjadi tuntutan," ujar Kompol Siswadi.