Pengamat: PNS Antar Anak ke Sekolah Bukan untuk Memanjakan Mereka Bolos Kerja
Surat edaran Kementerian PAN dan RB yang mengizinkan PNS mengantar anaknya di hari pertama sekolah bukan berarti membuka potensi mereka bolos kerja.
Penulis: Teuku Muhammad Guci Syaifudin
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Teuku Muh Guci S
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG – Semua kepala daerah harus mengindahkan surat edaran Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi yang mengizinkan PNS mengantar anaknya sekolah di hari pertama tahun ajaran baru.
“Surat itu harus diartikan cara kepala daerah mendekatkan orang tua dengan sekolahnya. Bukan memanjakan, memberikan kesempatan bagi PNS untuk bolos kerja,” ujar pengamat Hukum dan Tata Negara Universitas Parahyangan, Asep Warlan, kepada Tribun Jabar, Jumat (15/7/2016).
Asep menilai, kegiatan orang tua mengantar anak di hari pertama sekolah itu memang harus didukung penuh oleh seluruh kepala daerah.
Tak hanya kalangan PNS, kepala daerah juga harus meminta perusahaan swasta melakukan hal sama. Kegiatan ini dipercata memberikan dampak positif bagi psikologi anak yang baru masuk ke wilayah baru.
“Tapi bukan berarti juga memberikan libur, pegawai tetap harus masuk dan bekerja. Apalagi PNS itu tugasnya melayani masyarakat. Inti kegiatan untuk memberikan interaksi kepada sekolah dalam waktu tertentu,” ujar Asep.
Interaksi antara orangtua dan guru tak bisa berlangsung hanya beberapa menit. Menurut dia interaksi orangtua harus membutuhkan waktu yang leluasa. Minimal, berlangsung dari pagi sampai jam makan siang.
“Syukur-syukur kalau sekolah memberikan waktu khusus bagi bagi para orang tua yang bekerja,” ujar Asep.
Kegiatan mengantar anak itu sebaiknya tak hanya dilakukan pada hari pertama sekolah saja. Namun kegiatan tersebut diartikan lebih meningkatkan sinergi antara orang tua, anak didik, dan sekolah.
Ia menilai kegiatan ini bisa dilakukan secara rutin berkala sehingga komunikasi terus terjalin. Saat ini muncul kekhawatiran di antara orang tua dan guru. Guru khawatir jika upaya disiplin yang dilakukan justru menjadi bahan untuk melapor ke polisi. Sebaliknya orang tua khawatir jika anaknya menjadi korban kekerasan guru.
“Dengan adanya kegiatan tersebut, antara guru dan orang tua terjalin komunikasi dalam mendidik anaknya sehingga tidak terjadi kesalahpahaman atau hal lain. Maka dari itu ini juga harus jadi perhatian kepala daerah kaitannya mengatur situasi pendidikan yang harmonis antara guru dan orang tuanya di sekolah di daerahnya,” kata Asep.