Pemanfaatan Rumah Majapahit di Mojokerto Tak Jelas
Keinginan Jatim untuk memiliki kampung rumah Majapahit dengan konsep khusus berupa rumah kerajinan hingga home stay sepertinya tak berjalan mulus.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, MOJOKERTO - Keinginan Jatim untuk memiliki kampung rumah Majapahit dengan konsep khusus berupa rumah kerajinan hingga home stay sepertinya tak berjalan mulus.
Itu setelah pemanfaatan 296 rumah Majapahit di kawasan Trowulan Kabupaten Mojokerto ini tak jelas karena sebagian hanya dijadikan toko kelontong hingga salon kecantikan.
Dari pantauan yang dilakukan, rumah Majapahit itu tersebar di tiga desa di Kecamatan Trowulan.
Untuk Desa Bejijong ada 200 rumah Majapahit, lalu di Desa Sentonorejo berdiri 46 unit, dan di Desa Jatipasar saat ini ada 50 unit rumah Majapahit.
Adapun anggaran yang digunakan adalah dana sharing antara APBD Jatim dan Kabupaten Mojokerto per 2014-2015 sebesar Rp 16,3 miliar.
Seperti penuturan Kristanti (23), seorang pemilik rumah Majapahit di Desa Bejijong.
Karena konsep pemanfaatan yang belum jelas, dia memilih menggunakan bangunan berarsitektur Majapahit kuno itu untuk toko dan warung kopi.
"Kalau dari penjelasan pemerintah, ini bisa dipakai usaha apapun. Ini saya pakai untuk pracangan dan warung," ujarnya menjawab Surya, Senin (25/7/2016).
Dengan menjadi tempat berjualan, dia mengaku belum sekalipun menjadi tempat home stay bagi wisatawan.
Jika pun memang ada yang memanfaatkan rumah berukuran 3 x 5 m itu, dia akan menempatkan wisatawan di sana bersama barang jualannya.
"Ya, barang jualannya tidak saya singkirkan. Wisatawan bisa di rumah Majapahit ini bersama barang jualan," katanya.
Mengenai konsep home stay, ibu muda ini mengaku belum sekalipun mendapatkan pelatihan dari pemerintah untuk memanfaatkan rumah itu.
Makanya, dia tak punya gambaran pemanfaatan yang sebenarnya.
"Kalau yang dari pemerintah, selama ini tak ada pelatihan," katanya kepada Surya (TRIBUNnews.com Network).