Tokoh Batak Segera Daftarkan Ulos ke UNESCO
Para tokoh adat Batak berencana mendaftarkan ulos sebagai warisan budaya dunia ke UNESCO.
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Medan, Hendrik
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Para tokoh adat Batak berencana mendaftarkan ulos sebagai warisan budaya dunia ke United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).
Sebagai langkah awal, para tokoh adat berdiskusi sambil beraudiensi ke Harian Kompas wilayah kerja Sumatera Utara di Jalan KH Wahid Hasyim, Medan, Kamis (4/8/2016).
Di antara tokoh yang hadir tampak anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) daerah pemilihan Sumut, Parlindungan Purba, mantan Sekretaris Daerah Sumut RE Nainggolan, dan Direktur Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Prof Robert Sibarani, serta tokoh Batak lainnya.
Para tokoh Batak terlihat memegang ulos koleksi Torang Sitorus sembari berfoto bersama ketika bertandang ke Harian Kompas wilayah kerja Sumatera Utara di Jalan KH Wahid Hasyim, Medan, Kamis (4/8/2016). TRIBUN MEDAN/HENDRIK
Parlindungan Purba mengaku sepenuhnya mendukung rencana pendaftaran ulos ke UNESCO. Selain itu ia mengaku pernah berbicara langsung dengan pimpinan DPD RI mengenai keunikan ulos.
"Saya senang kalau ulos didaftarkan menjadi warisan dunia ke UNESCO. Apalagi jika terpilih, dunia akan mengenal ulos," kata Parlindungan dalam diskusi.
Tokoh masyarakat Sumut RE Nainggolan sependapat. Ia meminta masyarakat Batak bersatu.
"Pasti bisa. Masyarakat Batak punya beragam perspektif, ini yang harus disatukan terlebih dahulu. Kita harus menerima pikiran dan mengembangkanya. UNESCO tidak akan menerima ulos kalau kita belum bersatu. Ini awal gerakan yang bagus," kata RE Nainggolan.
Sementara Robert Sibarani memberikan saran, agar dilaksanakannya musyawarah besar sebelum mendaftarkan ulos ke UNESCO. Musyawarah ini bertujuan menyatukan perspektif masyarakat Batak mengenai ulos.
"Kita perlu kongres kebudayaan Batak. Ke depan bukan sekadar melestarikan atau melindungi ulos, tetapi harus mengembangkan," imbau Robert.
Sudah Menjadi "Sampah"
Perancang busana sekaligus kolektor ulos Torang Sitorus yang hadir dalam diskusi menyampaikan, ulos adalah barang berharga. Di berbagai forum diskusi ia menyampaikan pandangannya, ulos lebih tinggi (nilainya) dari lukisan.
"Ini barang yang berharga sekali. Jujur saya tidak pernah bercerita ulos di kalangan orang Batak. Sebenarnya ulos lebih tinggi dari sebuah lukisan. Banyak jenis ulos dengan motif dan filosofi berbeda," kata Torang, sembari memperlihatkan koleksinya.
Menurut dia, orang Batak sendiri tidak mengetahui apa itu ulos. "Dahulu ulos tidak diperjualbelikan, hanya sekadar pakaian dan berkembang menjadi lambang kasih sayang (adat). Tetapi sekarang ulos sudah jadi "sampah". Termasuk yang bapak pakai itu," sebut Torang yang sempat mengejutkan forum.
Ia berpendapat, sejak kali pertama ulos diproduksi oleh mesin, sejak itu pula ulos berganti menjadi "sampah". "Orang Bataklah yang menghancurkan ulos. Mereka tak mempertimbangkan motif dan filosofi. Diproduksi massal lalu dijual seharga Rp 10 ribu, seharga keset kaki," sambung dia.
Melihat kondisi tersebut, Torang menyebutkan tengah fokus mengembalikan nilai ulos. Ia menyebutkan penenun di berbagai daerah perlu mendapat pendampingan.
"Saya sedang mendampingi beberapa penenun untuk mengembalikan semangat ulos seperti dahulu. Saya juga akan ke Italia mempromosikan ulos. Sebelumnya saya sudah membawa ulos ke Jerman dan Belanda," jelas Torang.