Pasutri Kusoin dan Zubaidah, Saksi Sejarah Pembangunan Mapolresta Barelang
Dulu hanya ada beberapa bangunan saja yang berdiri di Polresta Barelang dan terbuat dari kayu dan hingga berubah menjadi beton permanen
Penulis: Eko Setiawan
Editor: Eko Sutriyanto
Semenjak sang anak tamat sekolah, anak lelaki satu-satunya itu tidak mau lagi tinggal bersama orangtuanya dirumah.
"Anak bude gak mau tinggal disini, katanya mau mandiri. Biar kost aja sama teman-temanya. Lagian disini kan tidak bebas," sebutnya.
Untuk mencukupi keperluan hidup, Zubaidah membantu mencuci pakaian tiga orang anggota sabara yang tinggal di barak.
Ia diupah Rp 150 ribu perbulan.
Sementar Kusoin sang suami bekerja sebagai pembersih barak dia digaji Rp 1,2 juta barak besar dan Rp 600 ribu barak kecil.
Untuk menambah penghasilan, Kusoin nyambi meleles barang bekas seperti kardus, gelas dan botol air mineral.
"itu yang nyuruh dulu Pak Haji Limin. Dia polisi yang tinggal di Rumah Dinas. Sekarang bapak itu di Tanjungpinang kalau tak salah. Dia baik sekali, hanya dia polisi yang sering perhatikan kami sampai sekarang, kalau pulang memberishkan barak, biasanya pakde cari barang bekas," sebutnya.
Selama tinggal di samping gudang barang bukti, banyak hal yang mereka alami.
Menurutnya, banyak orang tengah malam mengambil barang bukti di gudang.
Saat ditegur, dia malah memelototi mereka.
"Dulu pernah malam-malam, ada bunyi berisik. Lalu bude sama pakde keluar melihat apa yang terjadi. Lalu bude senter-senter. Ternyata ada yang dekatin bude dan balik nanya mengapa disenter. Dia bilang kalau sudah ada izin atasanya. Bude malah disuruh diam, katanya mau dikasih uang, tapi gak pernah juga dikasih sampai sekarang. Sudah sering bude lihat kejadian seperti itu," sebutnya.
Memang, kejujuran pasangan ini membuat hidup mereka terus sederhana.
Seharusnya, dengan hidup dilingkungan Polresta Barelang, mereka tidak perlu susah-susah lagi mencari fasilitas.
Namun dia berfikir, dari pada menggunakan fasilitas barang bukti lebih baik mereka mencicil sepeda motor butut.