Penyematan Ulos Raja Ragidup Sirara untuk Jokowi Sudah Tepat
Ulos Ragidup Sirara yang digunakan Presiden Joko Widodo saat Karnaval Kemerdekaan Pesona Danau Toba, beberapa hari lalu sudah tepat.
Penulis: Jefri Susetio
Editor: Dewi Agustina
Untuk kasus ulos dan harapan Pak Jokowi tentang penonjolan identitas budaya yang ada di sekitar Kawasan Danau Toba, sebagai bagian dari upaya pengembangan wisata.
"Satu di antaranya membuat semacam cagar budaya di Istana Sisingamangaraja jelas memerlukan kajian mendalam dengan melibatkan para tokoh adat serta ilmuwan," katanya.
Dia berharap, jangan sampai kebijakan itu, menjadi bomerang seperti kasus Menteri Pariwisata yang tidak memakai pakaian adat Simalungun saat acara berlangsung di Parapat.
Kemudian, direspon oleh Bupati Simalungun yang menangis. Alasanya, budaya Simalungun kurang dipopulerkan.
"Permasalahan itu, memperlihatkan pengembangan kawasan wisata Danau Toba berpotensi bersifat segmentatif dan sektoral. Karena itu, perlu diantisipasi masalah yang ada," ujarnya.
Ia mengatakan, ketika muncul klaim bahwa Danau Toba hanya menjadi ikon bagi kelompok masyarakat tertentu, maka bukan tak mungkin suku lain akan cemburu dan tidak mendukung pembangunannya.
"Bagi saya, paling mungkin dilakukan adalah dipilih kawasan yang secara iconic bisa merepresentasikan semua kelompok sosial masyarakat di sekitaran Danau Toba. Atau malah memberdayakan kawasan yang sudah ada agar lebih dikenal," katanya.
Ia menuturkan, sebut saja Taman Iman di Dairi, Salib Kasih dan Taman Imannya di Tarutung, Keramat Kera di Girsang Sipangan Bolon Simalungun. Seluruhnya jelas berpotensi dikembangkan sebagai objek wisata pendukung.
"Masalanya, apakah Badan Otoritas Danau Toba akan mau dan bisa menjadi clearing house bagi seluruh kabupaten yang ada di sekitar Danau Toba? Menyangkut kawasan yang bisa menjadi simbol dari seluruh budaya etnik yang ada di Kawasan Danau Toba mungkin bisa dilakukan dengan membuat Taman Mini Kawasan Danau Toba sebagaimana TMII di Jakarta," ujarnya.
Model Taman Mini Kawasan Danau Toba harus dikelola secara integratif dan berkelanjutan. Sehingga, pagelaran adat dan budaya masyarakat yang ditampilkan di dalamnya secara terjadwal dan informasinya bisa diakses publik.
"Bila perlu, Pekan Raya Sumatera Utara dipindahkan di kawasan Danau Toba. Atau bisa juga disarankan setiap kabupaten atau kota yang berdekatan dengan Kawasan Danau Toba merancang antraksi," katanya.
Tidak hanya itu, setiap tema dari budaya masyarakat layak dijual dan dijadikan sebagai alasan bagi orang untuk datang ke kawasan model Taman Mini atau Pekan Raya Sumatera Utara tersebut.
"Namun perlu diingat pengelolannya harus benar-benar professional. Bagi saya rencana mega proyek pengembangan kawasan Danau Toba apapun sifatnya dan ragam kegiatannya jangan sampai tidak menyentuh mentalitas masyarakat," ujarnya.
Dia berujar, selama masyarakat di sekitaran Danau Toba tidak siap menjadi pelayan bagi tamu yang datang maka pembangunan infrastruktur menjadi sia-sia. Pengunjung Danau Toba masih merasakan lebih enak dan nyaman membeli oleh-oleh berupa mangga Parapat di Siantar atau di Medan dari pada membelinya di Parapat.