Daya Beli Masyarakat Kalimantan Utara Menurun Gara-gara Defisit Anggaran Pemerintah Daerah
Lesunya daya beli masyarakat sebut Hasan, diperparah dengan banyaknya dana-dana satuan kerja perangkat daerah yang masih mengendap di bank.
Editor: Wahid Nurdin
TRIBUNNEWS.COM, TANJUNG SELOR – Pergerakan ekonomi di Kalimantan Utara dominan masih dipengaruhi oleh dana-dana pemerintah daerah selain dari lapangan usaha pertambangan.
Dihadapkan pada kondisi defisitnya anggaran di kabupaten/kota menyebabkan perekonomian Kalimantan Utara hanya tumbuh 0,8 persen di triwulan III 2016 ini.
Berdasarkan pantauan dan analisa Tim Pengendali Inflasi daerah (TPID) di daerah-daerah, diketahui daya beli masyarakat mengalami penurunan, meski harga kelompok komoditas bahan makanan cenderung tetap stabil.
“Harga bahan pokok di pasaran termasuk juga sayur-sayuran masih relatif stabil. Tetapi inflasi berkisar 1,01 persen. Daya beli masyarakat menurun karena kondisi keuangan pemda yang difisit,” sebut Hasan Basri, Kepala Bagian Ekonomi pada Biro Ekonomi dan Pembangunan Setprov Kaltara saat disua, Jumat (16/9/2016).
Lesunya daya beli masyarakat sebut Hasan, diperparah dengan banyaknya dana-dana satuan kerja perangkat daerah yang masih mengendap di bank.
Ia mengatakan, beberapa proyek fisik yang tengah berjalan dan beberapa diantaranya telah rampung justeru belum mampu mendongkrak daya beli masyarakat lantaran lambannya permintaan pencairan dana.
“Jadinya, pengaruhnya besar sekali terhadap perekonomian. Untungnya beberapa hari ini, beberapa SKPD sudah melakukan pertemuan dengan rekanan agar bisa mengajukan pencairan dana. Dari situ kita berharap semakin banyak uang yang beredar, dan daya beli masyarakat bisa meningkat,” sebutnya.
Selain kelompok bahan makanan, Hasan juga mencatat inflasi yang tersu terjadi di kelompok perumahan sebesar 0,03 persen. Menurutnya inflasi di sektor ini memang tak bisa terhindarkan lantaran melambungnya harga lahan.
“Papan rasanya semua inflasi. Karena contoh lahan yang beberapa tahun lalu seharga Rp 60 juta, sekarang sudah Rp 350 juta. Dia tertahan, karena tidak ada yang mau membeli. Kalau bahan pokok, pergerakannya setiap hari. Sementara untuk perumahan, masyarakat hanya menngandalkan kontrakan,” sebutnya.
Dengan program rumah murah pemerintah serta masuknya beberapa pengembang properti yang menawarkan harga properti yang terjangkau diharapkan Hasan mampu menekan inflasi di kelompok perumahan.
Adapun kelompok makanan dan minuman jadi termasuk rokok dan tembakau juga mengalami inflasi sebesar 0,07 persen, disusul kelompok pengeluaran seperti pendidikan, rekreasi, dan olahraga dengan inflasi 1,61 persen. Adapun kelompok kesehatan juga mengalami inflasi 0,02 persen. (tribun kaltim/wil)