Dilarang Suap Polisi, Tilang Elektronik Berantas Pungli Diterapkan di 16 Polda
Masyarakat pengguna jalan sebaiknya menghindari menyuap anggota polisi ketika terjadi pelanggaran di jalan raya.
Penulis: Domu D. Ambarita
Editor: Y Gustaman
TRIBUN-MEDAN.COM, MEDAN – Masyarakat pengguna jalan sebaiknya menghindari menyuap anggota polisi ketika terjadi pelanggaran di jalan raya. Penegakan hukum dengan bukti pelanggaran saat berlalu-lintas yang diawasi kamera digital, akan diterapkan pada November mendatang.
Reformasi penegakan hukum ini dilatarbelakangi banyak hal yang dirasakan menjadi potensi berbagai masalah antara lain; terjadinya pungutan liar, perdebatan yang tak berujung dan saling merasa benar baik dari pelanggar ataupun penegak, penindakan secara manual tidak dapat menindak secara simultan.
“Ketika terjadi pelanggaran lalu lintas, ibaratnya satu ditindak, seratus yang lepas atau lolos dari tindakan,” ujar Kepala Bidang Pembinaan dan Penegakan Hukum Korps Lalu Lintas Polri, Kombes Chryshnanda Dwi Laksana melalui rilis yang diterima Tribun-Medan, Senin (24/10/2016.
Selain itu, sistem peradilan yang berlaku sekarang dirasakan panjang dan jauh dari kondisi yang diharapkan dalam penyelesainnya yakni cepat, aman, dan nyaman.
“Lha kondisi tidak nyaman ini menjadi sarang calo. Sementara itu, uang denda tilang belum secara maksimal dapat dimanfaatkan sebagai investasi road safety atau keselamatan di jalan,” imbuh Chryshnanda.
Hal yang memprihatinkan, kata lulusan Akpol tahun 1989 ini, tindakan atas pelanggaran lalu lintas belum dapat memberi efek untuk pencegahan terjadinya kecelakaan maupun kemacetan, memberi perlindungan pengayoman kepada pengguna jalan lainnya secara optimal dan membangun kesadaran tertib berlalu-lintas.
Bayar Denda Tilang Via Online
Reformasi penegakan hukum atas pelanggaran lalu-lintas dapat dilakukan dengan mendorong masyarakat pengguna membayar denda tilang dengan cepat; boleh manual, online ataupun elektronik.
Di pihak lain, petugas polisi dalam menindak akan meyiapkan tiga alternatif yakni secara manual, online dan elektronik.
"Sekalipun secara manual, polisi menindak dengan menulis pada lembar blanko tilang, menilai dengan membaca barcode/data-data yang ada pada dokumen pelanggar (KTP, SIM, STNK) dan mengirim info data ke bank, kejaksaan maupun pengadilan, kedua hal ini diperkuat dengan penindakan dengan pengawasan kamera digital untuk memantau pelanggaran kecepatan, parkir, main terobos traffic light dan sebagainya,” tambah Chryshnanda.
Menurut Chryshnanda sistem elektronik akan memerlukan proses panjang karena keterkaitan dengan berbagai pihak.
Namun yang paling utama, reformasi penegakan hukum di jalan adalah dengan membantu masyarakat dapat membayar dengan mudah dan cepat tanpa melalui birokrasi yang bertele-tele.
Tanpa melalui birokrasi yang bertele-tele adalah mereformasi proses penegakan hukum yang kurang manusiawi.
Program penegakan hukum di jalan raya akan memberlakukan program ERI (electronic registration identification), demerit point system (sistem perpanjangan SIM), Program ERP (Electronic Road Pricing), E samsat (pembayaran pajak dengan sistem online), E parking, ETC (Electronic Toll Collect) dan ELE (electronic law enforcement).
Sistem tilang yang sekarang ini dirasakan tidak memberi efek jera bagi para pelanggar dan para pelanggar tidak tercerahkan.
“Yang kemudian terjadi adalah, muncul sikap negatif saling hujat, prasangka buruk di kedua belah pihak antara penegak hukum dan pelanggar,” ujar laki-laki asal Magelang, Jawa Tengah.
“Akar permasalahanya mengapa terjadi prasangka buruk yakni, saling curigai dan saling tidak percaya satu sama lain. Hal ini bisa terjadi karena banyak oknum yang menyalahgunakan tilang.”
Menurut dia, sistem tilang manual yang tidak terkoneksi dengan sistem lain membuka peluang bagi suatu kondisi dan situasi pemerasan ataupun penyuapan.
Lalu yang terjadi kemudian adalah, para pelanggar tidak dapat ditindak petugas sehingga hukum di jalan dilecehkan dianggap main-main. Yang lebih buruk sebagai akibat adalah, spirit penegakan hukum yang seharusnya ada terabaikan.
Karena situasi seperti itu yang terjadi puluhan tahun dalam penegakan hukum di jalan, tujuan penerapan tilang tidak tercapai, sistem pendataan serta rekaman buruk, analaisis tidak tepat yang belakang-belakangnya citra penegakan dan penegak hukum buruk.
E-tilang (elang) merupakan upaya menjembatani, menginspirasi dan sekaligus memberi kesempatan kepada pelanggar untuk membayar uang denda tilang ke bank.
Dengan E-tilang ini, diharapkan dapat menegaskan para pengguna jalan bahwa pelanggaran lalu lintas dapat diselesaikan dengan membayar langsung ke bang dan tanpa hadir di sidang. Dalam konteks ini, masyarakat juga membantu mengurangi pungli yang dilakukan oknum petugas di lapangan.
Dari E-tilang ini, data pelanggaran akan semakin baik dan bisa diterapkan kemudian demerit point system pada perpanjangan SIM. Jika kesemuanya sudah terlaksana, penegakan hukum bisa dilakukan dengan ELE.
Diterapkan di 16 Polda dan 64 Polres
Personel dari 64 Polres yang tersebar di 16 Polda di seluruh Indonesia memasuki tahap latihan dalam rangka reformasi penegakan hukum di jalan.
Polda yang mengikuti pelatihan adalah Sumut, Metro Jaya, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Jambi, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Utara.
Menurut Chryshnanda, penegakan hukum atas pelanggaran hukum akan dilakukan dengan sistem online.
Penegakan hukum berdasarkan online dan mengimplementasikan E-tilang harus dilakukan segera, yakni awal November tanpa harus menunda lebih lama.
“Kalau tidak dilakukan sekarang, kapan lagi ? Kalau bukan kita, siapa lagi yang akan melakukan ? Baik pengguna jalan ataupun penegak hukum di jalan harus bersama-sama menggelorakan dan mengimplementasikan E-tilang,” ujar dia.