Jelang Penetapan UMK, Buruh Tuntut DPRD Jabar Keluarkan Rekomendasi
Mereka meminta DPRD membuat rekomendasi kepada gubernur terkait dengan penolakan upah minimu provinsi
Penulis: Teuku Muhammad Guci Syaifudin
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribun Jabar Teuku Muh Guci S
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Ribuan buruh berunjukrasa di depan kantor DPRD Jabar, Jalan Dipenogoro, Kota Bandung, Selasa (15/11/2016).
Buruh itu tergabung dalam empat serikat pekerja di bawah Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesa (SPSI) Jabar.
Antara lain Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit (FSP TSK) SPSI Jabar, Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik, dan Mesin (FSP LEM) SPSI Jabar, Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, dan Pertambangan (FSP KEP) SPSI Jabar, dan Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan, dan Minuman (FSP RTMM) SPSI Jabar.
Informasi yang dihimpun Tribun, para buruh meminta DPRD Jabar untuk memuluskan tuntutan para buruh.
Mereka meminta DPRD membuat rekomendasi kepada gubernur terkait dengan penolakan upah minimu provinsi (UMP).
Selain itu, DPRD Jabar juga harus membuat rekomendasi pencabutan PP 78 tahun 2015 dan membentuk pansus upah 2017.
Para buruh menolak UPM 2017 yang telah ditandatangani Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan, beberapa waktu lalu.
Mereka menuntut Gubernur Jabar berdasarkan UU nomor 13 tahun 2003 dan mengabaikan PP 78 tahun 2015.
Tak hanya itu, para buruh juga menutut gubernur yang akrab dsapa Aher menetapkan upah minimum kota/kabupaten (UMK) sesuai rekomendasi bupati/walikota.
Mereka juga meminta Aher tidak menetapkan upah minimum padat karya, dan upat rumah sakit di bawah UMK.
"Waktu kita tinggal lima hari lagi untuk membatalkan UMP. Karena 21 November 2016, UMK akan ditandatangani gubernur. Maka kita harus manfaatkkan sisa waktu kita dengan baik," kata Ketua FSP TSK SPSI Jabar, dalam orasinya di depan gedung DPRD Jabar.
Roy mengatakan, PP 78 tahun 2015 bertentangan dengan pasal 96 UU nomor 12 tahun 2011.
PP itu, kata dia, dibuat tanpa melibatkan buruh yang duduk di lembaga tripartit nasional sehingga mengebiri peran serika pekerja.
"Ada 14 provinsi di Indonesia yang menetapkan UMP yang tdak memakai PP 78 tahun 2015. Salah satunya Aceh yang UMP-nya naik 20 persen. Gubernur di 14 provinsi itu tidak taku terhadap peraturan itu," kata Roy.
Roy mengatakan, Aher juga seharusnya juga meniru gubernur di 14 provinsi itu.
Apalagi Aher, kata dia, tak lagi bisa menjadi gubernur setelah berkuasa selama dua periode.
"Dan kami di bekakang gubernur untuk membela. Berani tidak gubernur dan DPRD melakukan tindakan yang sama," kata Roy. Hingga berita ini dituliis aksi unjukrasa masih berlangsung. Sebanyak 30 perwakilan buruh diterima DPRD Jabar. (cis)