Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sehebat Apa Tembakau Gorila Dibanding Ganja? Begini Ulasan Ahli

Benarkah tembakau gorila hasil kreativitas pencadu agar tak terjerat hukum? Bisa jadi benar sebagai solusi setelah ganja dilarang.

Penulis: Tito Ramadhani
Editor: Y Gustaman
zoom-in Sehebat Apa Tembakau Gorila Dibanding Ganja? Begini Ulasan Ahli
Warta Kota/Bintang Pradewo
Tembakau cap Gorila 

Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Tito Ramadhani

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Benarkah tembakau gorila hasil kreativitas pencadu agar tak terjerat hukum? Bisa jadi benar sebagai solusi setelah ganja dilarang.

Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia menyatakan tembakau  gorila sebagai ganja sintetis dan masuk dalam narkotika golongan satu.

Komposisi tembakau gorila terdiri dari tembakau, cengkeh dan ekstrak dagga liar (Leonotis Leonurus) atau kerap disebut sebagai ekor singa.

Ahli fisiologi tumbuhan Universitas Tanjungpura, Riza Linda, mengungkapkan ekor singa merupakan tanaman asal Afrika. Kondisi Indonesia yang kurang lebih sama dengan Afrika memungkinkan ekor singa dapat tumbuh di Indonesia.

"Saya melihat daerah Afrika masih dalam satu garis khatulistiwa. Sehingga perkiraan saya, tanaman ini bisa tumbuh di Indonesia karena iklim atau cuacanya," ungkap Linda kepada Tribun Pontianak, Senin (9/1/2017).

Indonesia terhampar dataran tinggi dan rendah, termasuk kawasan lembah, yang memiliki suhu rendah. Sangat memungkinkan ekor singa tumbuh di Indonesia meski hanya menanam bijinya saja.

Berita Rekomendasi

Linda tergerak mencaritahu artikel atau jurnal yang membahas ekor singa menyusul tanaman ini disebut BNN sebagai narkotika jenis baru.

"Sebelumnya tidak pernah saya cari-cari informasi tentang tanaman ini, sama seperti kratom, kalau tidak ramai jadi pembicaraan tidak saya cari juga," terang dia.

Kratom atau bahasa latinnya Mitragyna Speciosa  merupakan tanaman yang oleh BNN disebut sebagai narkotika jenis baru. Tanaman ini pernah diteliti mahasiswa MIPA Universitas Tanjungpura pada 2002.

Saat itu kratom belum masuk kategori NAPZA (narkotika, psikotropika, dan zat aditif) dan masih dalam pembahasan penelitian karena perlu dikembangkan.

Menurut Linda masih ada tanaman yang memiliki kandungan tak jauh berbeda dengan kratom atau ekor singa. Bisa jadi karena kreatifnya pencandu narkoba mereka mencampurkan bahan baku satu dengan lainnya, sehingga menimbulkan efek tak jauh berbeda dengan narkoba yang beredar.

Linda mencontohkan efek yang ditimpulkan ganja juga ditemui pada jamur Psilocybin. Jamur yang tumbuh di daerah subtropis ini banyak ditemui di wilayah Timur Tengah.

Dahulu kala orang yang bepergian jauh jika mengonsumsi jamur ini dapat tanpa makan tapi aktivitasnya bisa lebih aktif dua kali lipat.

Sementara ahli kimia organik bahan alam dari Fakultas MIPA Universitas Tanjungpura, Ari Widiyantoro, memaparkan komposisi racikan dalam tembakau gorila.

"Saya pelajari ternyata komposisinya terdiri dari tembakau ditambah cengkeh dan Leonotis Leonurus atau dagga liar," ungkap Ari.

Pada tembakau kandungan utamanya berupa zat nikotin termasuk adanya unsur alkaloid. Sementara cengkeh atau Syzigium Aromaticum mengandung eugenol yang termasuk dalam diterpenoids. Eugenol dalam cengkeh mengeluarkan aroma.

"Leonotis Leonurus memiliki kandungan alkaloid, flavanoid, steroid, tanin, fenol serta terpenoid. Terpenoidnya ini ada di labdane diterpenoids," ia menjelaskan.

Berdasar jurnal yang diterbitkan National Institutes of Health pada 2013, labdane diterpenoids ini menunjukkan sifat psikoaktif.

"Senyawa labdane diterpenoids ini menunjukkan sifat psikoaktif. Tetapi saya melihat campuran ini (tembakau gorila) memang belum terdeteksi, berapa persen masing-masing komposisinya," terang dia.

Ari menduga tembakau gorila merupakan kreativitas orang Indonesia dalam mencampurkan tiga komponen utama di dalamnya.

"Tembakau dan cengkeh banyak terdapat di Indonesia. Sementara Leonotis Leonurus asalnya dari Afrika Selatan. Apakah orang Indonesia mendatangkan Leonotis Leonurus ini setelah tahu informasi di Afrika, bahwa ini sebagai tanaman yang mengandung psikotropika, kemudian dicampurkannya dengan tembakau dan cengkeh," ungkap Ari.

Ari belum mengetahui sinergitas campuran nikotin di tembakau, eugenol di cengkeh dengan senyawa-senyawa di Leonotis Leonurus.

"Sehingga sinergisitas ini memberikan efek fly yang hebat. Informasi yang saya tahu katanya ini tidak sehebat Ganja. Bagaimana pun juga efek sinergisnya menimbukan efek yang sangat tinggi. Dilihat dari kandungannya, saya prediksi yang sangat berpengaruh kemungkinan alkaloid sama diterpenoids, yang memberikan dampak fly," papar dia.

Hampir dari senyawa alkaloid biasanya banyak digunakan untuk psikotropika, seperti morfin, puring (kratom) karena mengandung mitragynine.

"Ini yang saya lihat kemungkinan memang ada tambahan baru, akhirnya menimbulkan efek baru yang lebih hebat dari sekadar nikotin dan eugenol," jelas dia.

Ari menduga para peracik tembakau gorila bertujuan mencari pengganti ganja yang tidak termasuk dalam Undang-Undang No 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

"Sehingga mereka mencari celah agar mereka tidak melanggar hukum. Karena tidak masuk dalam kategori Undang-Undang Narkotika, tapi memberikan efek yang setara dengan Ganja," ia menegaskan.

Ia khawatir dengan kekayaan alam dari hutan tropis di Indonesia, khususnya Kalimantan Barat, serta banyaknya jenis tanaman yang belum diketahui kandungannya akan timbul lebih banyak jenis-jenis narkotika baru.

"Bisa jadi ya. Kratom saja sudah termasuk, nanti lalu digabung sama Leonotis Leonurus ini terus jadi apa lagi. Ini belum diketahui efeknya apa," sambung dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas