Satu Abad Tahu Sumedang, Dulu Makanan Kalangan Terbatas Sekarang Jadi Kebanggaan Warga Sumedang
Bungkeng sendiri sudah meninggal dunia 1994 dan usaha Tahu itu diteruskan oleh anaknya Bah Ukim yang kemudian kini dikelola oleh Suryadi,
Editor: Hendra Gunawan
Tulisan Wartawan Tribun Jabar, Deddi Rustandi
“Ngeunah geuning ieu kadaharan teh, moal burung payu geura. (Lezat dan enak makanan ini pasti akan laku keras sekali, red),” kata Dalem Sumedang Pangeran Soeriaatmadja saat mampir dan mencicipi tahu buatan Ong Bungkeng.
TRIBUNNEWSCOM -- Tahu Sumedang kini berusia 100 tahun alias satu abad. Tahu di Sumedang mulai dirintis tahun 1917 oleh imigran asal Cina yang datang langsung ke Sumedang melalui pelabuhan Cirebon.
Makanan camilan yang renyah dan khas ini berasal dari Cina ini menjadi makanan khas dan ikon Sumedang. Tahu Bungkeng menjadi perintis tahu di Sumedang sejak 1917.
“Saya sebagai cucu dari Bungkeng, sangat bangga hasil olahan buyut saya menjadi ikon Sumedang menghidupi keluarga kami juga juga ratusan pengusaha tahu Sumedang serta para pegawainya,” kata Suryadi Ukim (52) pemilik gerai Tahu Bungkeng saat ditemui di tokonya, Rabu (18/1/2017).
Cikal bakal Tahu Sumedang ini dibawa oleh seorang imigran asal Tionghoa bernama Ong Kino yang tiada lain adalah buyut Suryadi yang datang ke pulau Jawa melalui pelabuhan Cirebon, awal tahun 1900-an. “Sesampai di Sumedang ia langsung mendirikan pabrik Tahu di Jalan Sebelas April ini,” ujarnya.
Ong Kino memang yang merintis usaha Tahu di Sumedang, tetapi yang terkenal perintis Tahu adalah Ong Bungkeng yang tidak lain dari anaknya Ong Kino yang menyusul ke Jawa. “Ong Kino sendiri tidak lama ada di Sumedang dan meninggalkannya untuk kembali ke negeri Tiongkok sekitar tahun 1917,” cerita Suryadi yang lulus dari Fakultas Ekonomi Universitas Maranatha Bandung 1992.
Bungkeng sendiri sudah meninggal dunia 1994 dan usaha Tahu itu diteruskan oleh anaknya Bah Ukim yang kemudian kini dikelola oleh Suryadi, anaknya Bah Ukim.
“Sebelum meninggal Ong Bungkeng sempat bertanya siapa yang akan melanjutkan usaha dagang tahu ke bapak saya. Saat itu bapak saya menunjuk saya sebagai penerus Tahu Bungkeng,” kata Suryadi. Ia mengaku dari tujuh bersaudara hanya dirinya yang meneruskan berdagang tahu.
Awalnya sebagai orang Tionghoa buyutnya itu memperkenalkan makanan yang dalam bahasa Mandarinnya, Doufu dan karena lidah orang Indonesia maka nama itu berubah menjadi tahu.
“Dulu tahu itu hanya makanan yang dimakan orang cina saja sesekali warga disekitar mencicipi tahu. Biasanya tahu dibuat kalau ada makan bersama sesama orang cina,” katanya.
Sampai akhirnya, tahu itu dicoba dijual. Alkisah, pemuda Ong Bungkeng ketika tengah bekerja mengolah tahu dan menjualnya di daerah Tegalkalong atau kini Jalan Sebelas April kebetulan lewat Dalem Sumedang Pangeran Soeriaatmadja yang akan pergi ke Situraja. Bupati Sumedang yang dikenal dengan Pangeran Mekah ini lewat di depan warung Tahu Ong Bungkeng dengan kereta kuda.
Pangeran Soeriaatmadja ini tertarik ada sajian di warung Bungkeng itu dan mampir dulu serta mencicipi goreng Tahu buatan Bungkeng yang terbilang makanan baru saat itu. “Ngeunah geuning ieu kadaharan teh, moal burung payu geura. (Lezat dan enak makanan ini pasti akan laku keras sekali, red),” kata Dalem Sumedang ini.
Ungkapan Pangeran itu menjadi kenyataan usaha Tahu Bungkeng kian maju dan beberapa pegawai Tahu Bungkeng yang kebanyakan warga setempat tertarik juga mengembangkan usaha tahu itu. Beberapa pegawai Bungkeng itu mendirikan usaha pabrik Tahu itu.
“Bungkeng memiliki tiga pegawai asal Situraja kemudian keluar dan mengembangkan usaha tahu,” kata Suryadi.