Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Menelusuri Geliat Bisnis Berita Hoax, Ternyata Tim Hoax Pilkada Dibayar Hingga Rp 1 Miliar

Bahkan untuk perhelatan sekelas pemilihan kepala daerah (Pilkada), tim khusus pembuat hoax ini bisa menerima bayaran hingga Rp 1 miliar.

Editor: Wahid Nurdin
zoom-in Menelusuri Geliat Bisnis Berita Hoax, Ternyata Tim Hoax Pilkada Dibayar Hingga Rp 1 Miliar
Tribun Jogja | Dwi Nourma Handito
Awas Hoax - Seorang warga melihat gambar tentang peringatan hoax di internet, Rabu (22/2). Seiring dengan perkembangan teknologi dan internet, hoax atau kabar palsu banyak bermunculan di dunia maya dan memiliki bermacam jenis. 

TRIBUNNEWS.COM, JOGJA - Maraknya berita hoax alias berita palsu ternyata tidak hanya disebabkan masih mudahnya masyarakat mempercayai sesuatu yang sensasional.

Di balik itu, suburnya penyebaran berita hoax ternyata juga karena ada industri yang berada di baliknya.

Bahkan untuk perhelatan sekelas pemilihan kepala daerah (Pilkada), tim khusus pembuat hoax ini bisa menerima bayaran hingga Rp 1 miliar.

Selain memiliki nilai fantastis, yang tidak kalah mengerikan adalah, Yogyakarta terindikasi sebagai satu dari beberapa kota besar dimana hoax diproduksi.

Banyaknya mahasiswa dengan berbagai kemampuan menjadi sumber daya berharga yang dicari oleh pelaku industri kebohongan ini.

Bahkan, belakangan, lembaga yang diduga kuat bermain di industri hoax ini mulai berpindah ke Yogyakarta.

Berdasarkan penelusuran Tribun Jogja, praktik-praktik produksi hoax ini didominasi oleh lembaga atau institusi tertentu selain sebagian kecil yang dijalankan oleh perorangan.

Berita Rekomendasi

Sumber Tribun Jogja menyebutkan, ada lembaga yang secara resmi beroperasi sebagai lembaga konsultan pencitraan merek.

Namun, di belakang layar mereka juga beroperasi sebagai produsen hoax.

Pada umumnya, mereka memproduksi berita hoax untuk memoles pasangan calon (paslon) dalam Pilkada dari berbagai daerah di Indonesia.

Sumber Tribun Jogja yang enggan disebutkan namanya mengatakan, ia bersama rekannya telah aktif dalam bisnis penguatan citra tokoh ini sejak 2012.

Pada awalnya, mereka bergerak untuk meluruskan citra dari tokoh yang dibelanya.

Waktu itu mereka bergerak secara organik atau langsung ke lapangan.

Namun ketika media sosial semakin marak, ia pun segera gencar beraksi di medsos.

"Sayangnya, pertempuran di media sosial sekarang semakin kelewatan. Tidak hanya meluruskan citra tokoh yang dibela, namun para buzzer ini juga menyerang tokoh lawan. Beritanya semakin aneh-aneh dan nggak masuk akal," katanya.

Sumber Tribun Jogja ini mengungkapkan, buzzer ada pada banyak Pilkada.

Mereka yang tahu aturan main biasanya fokus pada memoles citra tokoh yang mengorder mereka.

"Namun, ada pula yang fanatik. Mereka biasanya nggak peduli lagi dengan cara. Nyerang nggak karuan pada lawannya," ujarnya.

Bisnis hoax ini menurutnya tidak terlalu terkait dengan ideologi yang dianut tokoh. Para produsen ini murni mengerjakan order.

Dalam perhelatan Pilkada misalnya, bisa dimahar Rp 500 juta-1 miliar per tim pembuat hoax.

Untuk hoax-nya sendiri tidak melulu berupa berita namun juga bisa berupa meme.

"Memang ada pula yang bergerak karena kesamaan ideologi. Namun lebih banyaknya ya karena duit," katanya.

Cara aman untuk memproduksi berita semacam ini menurutnya adalah menguatkan citra tokoh.

Menurutnya, akan sangat kontraproduktif apabila menyerang tokoh lawan.

"Orang jenuh dengan berita sampah. Masyarakat juga semakin cerdas," tegasnya. (tribunjogja.com)

Sumber: Tribun Jogja
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas