Korban Erupsi Sinabung Terpaksa Sewa 'Bilik Asmara' Tarifnya Rp 200 Ribu Sebulan
Rasmita masuk pengungsian saat putra sulungnya duduk di kelas dua SD, sampai kini jelang kenaikan kelas lima SD, masih tinggal di tempat serupa.
Editor: Dewi Agustina
Rasmita mengaku, masuk pengungsian saat putra sulungnya duduk di kelas dua SD, sampai kini jelang kenaikan kelas lima SD, masih tinggal di tempat serupa.
Di sanalah warga mendapatkan jatah hidup yakni berupa pasokan makanan tiga kali sehari yang disajikan untuk makan pagi, siang dan sore.
"Bagaimana menu makanan, enak?" tanya Tribun.
"Buat kami bukan enak atau tidak enak, yang penting bisa makan. Syukur alhamdulillah, kalu soal enak, bagaimaana bapak bisa tengok nasi kami, begitulah yang kami makan saban hari, kebanyakan mi instan," katanya.
Pengharapan senada disampaikan Alfarida. Warga yang kampungnya membutuhkan waktu tempuh kurang-lebih satu jam menggunakan kendaraan ke lokasi pengungsian, merasakan kesulitan membiayai pendidikan anak.
Semula hidup lumayan mencukupi dari hasil bertani di lereng Sinabung, tapi kini lebih banyak bekerja serabut, antara lain buruh tani.
"Permintaan saya, kalau bisa, kami segera dapat hunian tetap. Kemudian anak-anak sekolah ini, bisa terus dibantu bapak Presiden Jokowi, biaya sekokahnya," katanya.
Baik Rasmita maupun Alfarida sama-sama mengaku tidak nyaman tinggal di pengungsian.
Selain kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka yang berkeluarga tidak bebas laiknya di rumah sendiri.
Untuk urusan suami istri misalnya, di tempat terbuka demikian, sangat tidak nyaman. Lalu sebagian suami istri terpaksa menyewa bilik asmara, meminjam istilah tempat di lembaga pemasyarakatan.
"Untuk kebutuhan suami istri, jadi masalah juga. Kalau kita mau begitu harus keluar. Kami terpaksa cari rumah, menyewa kamar di luar. Tarifnya Rp 200 ribu sewa sebulan. Habis, bagaimanapun, itu merupakan kebutuhan sehari-hari, kebutuhan bilogis," kata Rasmita.
Sementara menurut Alfarida, dia mempunyai jurus untuk menjaga hubungan suami istri tetap tersalurkan.
"Kadang kami kembali ke desa (Desa Sigaranggarang). Bisa tiga hari tinggal di desa, atau seminggu di sana, baru datang ke sini, melihat anak-anak," kata Alfarida.
Ketika menerima rombongan peserta dan panitia Munas ISKA, Bupati Karo Terkelin Brahmana dan staf, menjelaskan tentang dampak letusan Gunung Sinabung.
Gunung berapi aktif ini memiliki ketinggian 2.451 meter. Sinabung yang 'tidur' sejak tahun 1.600, mendadak aktif, meletus tahun 2010.
Kemudian erupsi lagi September 2013, dan berlangsung hingga kini. Meletus terus-menerus itulah yang menjadi alasan pemerintah tidak mengembalikan warga ke desa semula. (amb)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.