Kesaksikan Warga Korban Longsor di Ponorogo: Suaranya Sangat Keras, Kaki Saya Gemetar
"Suaranya sangat keras seperti suara pesawat," kata Marmi (50), warga Dukuh Tangkil, Desa Banaran
Editor: Choirul Arifin
Sumanto mengatakan, sehari sebelum kejadian, kakaknya sempat mengucapkan keinginannya untuk memanen jahe padahal belum waktunya dipanen.
"Jahenya itu belum waktunya dipanen. (Katanya) daripada terkena longsor, mending dipanen saja," tutur Sumanto menirukan ucapakan kakaknya.
Sumanto mengatakan, sebenarnya oleh petugas BPBD Ponorogo, warga diimbau agar tidak beraktivitas di sekitar tebing karena masuk dalam zona bernahaya. Namun, imbauan dari BPBD Ponorogo tidak diikuti warga.
Kesedihan juga menyelimuti, Wiyoto (35). Petani yang tinggal di Dukuh Krajan ini, kehilangan istrinya Pita (30) dan anaknya Alda (6).
Ditemui di rumah kepala Desa Banaran, yang posko pengungsian, Wiyoto tampak sangat terpukul. Ia hanya tiduran di lantai sambil menutupi matanya menggunakan tangan kanannya.
"Anak dan istrinya hilang, tertimbun longsoran," kata Patmi (56), ibu kandung Wiyoto.
Patmi mengatakan, menurut penuruturan tetangganya, saat kejadian, cucunya Alda (6) sedang bermain di rumah, sedangkan menantunya, Pita (30), sedang mencuci baju. Sementara itu, Wiyoto sedang berada di hutan mencari rumput.
Sumber: Surya Online