Puluhan Buruh Pelabuhan Gelar Aksi Damai di Pengadilan Negeri Pontianak, Ada Apa?
Aksi damai para buruh ini dengan membawa serta sejumlah poster, di antaranya bertulisan Buruh bukan preman tapi buruh adalah pekerja
Penulis: Tito Ramadhani
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Tito Ramadhani
TRIBUNNEWS.COM, PONTIANAK - Puluhan orang buruh pelabuhan menggelar aksi damai di halaman Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1 A Pontianak, Kamis (6/4/2017) sore.
Aksi damai para buruh ini dengan membawa serta sejumlah poster, di antaranya bertulisan Buruh bukan preman tapi buruh adalah pekerja, Buruh bekerja sesuai aturan TKBM unit R/D.
Kemudia Buruh jangan dikriminalisasi cooy, Lebih baik melepas 1000 tahanan dari pada menahan tiga orang buruh yang tidak bersalah, Pimpinan TKBM unit R/D harus bertanggung jawab secara hukum, Jangan korbankan buruh !!! Hanya untuk kepentingan penguasa.
Para buruh menggelar aksi damai ini, sebagai bentuk solidaritas atas ditangkapnya tiga rekan mereka, yakni Yanuar, Bery Azani dan Januardi alias Wardi dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) tim Satgas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) Polda Kalbar di sebuah warung kopi di depan pelabuhan bongkar muat Pelabuhan Dwikora, Jalan Komyos Sudarso, Pontianak pada Sabtu (17/12/2016) sekitar pukul 14.30 WIB.
"Kehadiran para buruh pelabuhan ke sini, sebagai bentuk solidaritas teman, dukungan spontanitas untuk memberikan semangat kepada rekannya yang saat ini menjadi terdakwa, apalagi ini mandornya atau ketuanya ditahan," ungkap Ketua Tim Kuasa Hukum ketiga terdakwa, Uspalino SH di ruang Pos Bantuan Hukum PN Pontianak, Kamis (6/4).
Ketiga terdakwa tersebut menunjuk pihaknya sebagai kuasa hukum dalam kasus ini. Ada lima orang yang tergabung dalam tim kuasa hukum ketiga terdakwa, yakni Uspalino SH, Sumardi M Noor SH, Roymen Y Pangaribuan SH, Sy Alwi Al Idrus SH dan Raimond F Watalangi SH, yang seluruhnya dari Kantor Hukum ASR dan rekan.
"Kami dipercayakan untuk membela hak-hak dan kepentingan daripada terdakwa, yang mana dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) diduga telah melakukan pemerasan terhadap korban, dari PT Adovelin Raharja. Jadi beliau (terdakwa) ini seolah-olah, dituduh melakukan pemerasan," katanya.
Padahal, kalau saya lihat berdasarkan dari keterangan terdakwa, mereka ini bukan memeras, namun mereka ini menuntut haknya terhadap tarif atau tagihan barang bongkar muat di pelabuhan.
Dikatakannya, tarif yang diambil tersebut, sudah sesuai dengan nilai tarif berdasarkan dari aturan yang dikeluarkan oleh Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) unit R/D.
"Yang mana Ketua TKBM unit R/D saat ini adalah H Retno. Jadi mereka melakukan penagihan tersebut sesuai dengan tarif, namun oleh korban, seolah-olah mereka ini dituduh memeras, padahal mereka ini ditelpon untuk mengambil uang tagihan," tuturnya.
"Begitu sampai ketemu di warung kopi, dibuatlah kwitansi tanda terima uang yang baru ditulis, kalau tidak salah nilainya Rp 250 ribu, sementara tagihan dia itu kalau ndak salah Rp 1 juta lebih untuk tiga orang mandor," terang Uspalino.
Ditegaskannya, apakah hal ini tepat kalau diasumsikan sesuai dengan pada Pasal 368 KUHP, karena menurutnya, jika dilihat pada Pasal 368, unsur-unsur yang harus terpenuhi di antaranya adalah adanya tekanan atau paksaan.
Sidang perdana yang menurut informasi pihaknya digelar pada Kamis (6/4), mengagendakan pembacaan dakwaan terhadap ketiga kliennya.