Sembilan Tahun Jadi Sopir Tambang, Inilah Kartini Asal Sangatta
"Kita tidak langsung dilepas berkendara, tapi ada pelatihan dulu dari perusahaan, sampai benar-benar bisa mengendarai unit," ujar Rini.
Editor: Y Gustaman
Berteman dengan pekerja yang mayoritas laki-laki pun sudah dianggap biasa. Tidak ada rasa risih atau tak enakan. Tak takut ada tindakan pelecehan?
"Kalau di lingkungan kerja, tidak ada yang namanya pekerja laki-laki berani berbuat lancang ke teman perempuan. Itulah beruntungnya bekerja di PT KPC, untuk hal-hal seperti itu, perusahaan punya sanksi tegas. Bisa langsung dipecat kalau dilaporkan melakukan pelecehan," kata alumnus SMA Muhammadiyah Sangatta.
Saat ini, sudah sembilan tahun, Rini menjalani kehidupan sebagai sopir di area pertambangan batu bara. Jodoh pun ia temukan di lokasi tambang. Yakni rekan sesama operator.
"Saya sudah menikah tiga tahun lalu. Bertemu suami di tambang. Kami sama-sama operator dan satu kru juga. Sama-sama memahami dan alhamdulillah, suami tidak meminta saya berhenti bekerja karena sudah menikah," ungkap wanita berjilbab ini.
Meski bekerja dengan sistem shift selama 12 jam per hari, Rini tetap melakukan kewajiban rumah tangga sebagai seorang istri. Mencuci, membersihkan rumah, memasak tetap dilakoninya untuk suami tercinta.
"Suami saya karena pekerjaannya sama, mengerti saja dengan kondisi yang ada. Kalau saya capek sekali, ya tidak perlu masak. Pulang kerja, cukup membeli makanan matang, kemudian istirahat. Tapi kalau saya tidak terlalu lelah, semua pekerjaan rumah tetap saya yang kerjakan," ujar Rini.
Ia memahami sebagai perempuan dan istri, harus melayani suami dengan baik. Menjadi ibu rumah tangga yang mumpuni. Tapi, prinsipnya, wanita yang bisa mengurus rumah tangga dan bisa pula bekerja di luar rumah, adalah wanita yang luar biasa.
"Saya ingin menjadi wanita yang luar biasa itu. Mandiri, bekerja keras dan tidak bergantung pada orang lain. Ada kepuasan tersendiri bila bisa mencari uang sendiri," kata Rini.