Misteri Bebatuan Berbentuk Gamelan Jawa dan Cawan Dinasti Ming di Wonosobo
Sejumlah batu kuno ditemukan di Dusun Sawangan, Desa Tumenggungan, Kecamatan Selomerto, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribun Jateng, Khoirul Muzakki
TRIBUNNEWS.COM, WONOSOBO - Sejumlah batu kuno ditemukan di Dusun Sawangan, Desa Tumenggungan, Kecamatan Selomerto, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.
Batu-batu menyerupai perangkat gamelan jawa itu tergelar di atas sepetak lahan seluas kurang lebih 700 meter persegi.
Bebatuan kuno itu berada di antara tanaman singkong dan pepohonan yang ditanam warga. Seperangkat gamelan terbuat dari batu di lahan tersebut nyaris lengkap, mulai gong, bonang, kendang, hingga kenong.
"Mulanya ada batu berbentuk gong di sini. Setelah kami telusuri lagi, ternyata ada perangkat gamelan lainnya dari batu," kata Udiarno, juru kunci situs Watu Gong, Dusun Sawangan, Senin (29/5/2017).
Udiarno tidak mengetahui sejak kapan batu itu berada di tempatnya. Leluhurnya tidak pernah bercerita perihal muasal batu tersebut.
Sebagian warga hanya meyakini lokasi keberadaan batu berbentuk instrumen Jawa itu keramat. Pada malam-malam tertentu, warga biasa mendengar alunan gending diiringi musik gamelan bergaung.
Saat ditelusuri, musik itu terdengar ramai dari tegalan. Suara itu kemudian lenyap secara misterius.
"Musik gamelan itu petanda sang raja sedang menyambut tamu dari kerajaan-kerajaan lain di luar Wonosobo," kata dia.
Kesadaran warga merawat situs Watu Gong perlahan tumbuh. Akhir 2016 lalu, warga didampingi Komunitas Wonosobo Heritage memulai proses penggalian di lahan tersebut.
Mereka meyakini temuan perangkat gamelan batu di permukaan itu kode awal untuk mengungkap situs yang terkubur di lahan tersebut.
Sekretaris Wonosobo Heritage Andika Dwi Nugroho mengatakan, observasi situs di Dusun Sawangan telah dilakukan sejak tahun 2012. Setelah memeroleh izin eskavasi dari pemerintah pada 2016, tim bersama warga mulai melakukan penggalian pada November 2016.
"Penggalian kami lakukan secara bertahap dari satu titik melebar ke titik lainnya. Lebih banyak yang masih terkubur," kata Andika.
Tim juga mendapati sejumlah fragmen menyerupai tatanan batu candi pada kedalaman sekitar 1 meter. Fragmen tersebut memiliki ukuran, bentuk serta motif beragam. Ada fragmen menyerupai kemuncak candi. Terdapat juga fragmen berlukiskan burung dan tanaman.
"Penggalian baru selesai sekitar 30 persen. Masih banyak objek yang belum tergali," katanya.
Di antara ratusan artefak tersebut, ada beberapa temuan paling menarik bagi peneliti. Tim menemukan pecahan cawan keramik dari zaman Dinasti Ming, sekitar abad ke-13 Masehi atau zaman pertengahan Majapahit.
Temuan cawan tersebut mengindikasikan, kala itu, sudah terjadi interaksi penduduk setempat dengan peradaban Dinasti Ming. Tim juga dikejutkan dengan temuan nampan perunggu pada kedalaman sekitar 2,5 meter di bawah permukaan tanah.
Selain batu jenis andesit dan padas, mereka menemukan sejumlah batu olahan yang jarang ditemukan di situs lain.
"Batu olahan ini menakjubkan karena mengindikasikan peradaban saat itu telah mengenal teknologi pengolahan batu, namun bukan bata," katanya.
Tercengang
Peneliti sekaligus Filolog Agustin Ariyani mengaku tercengang saat melakukan proses penggalian situs di tegalan warga. Pasalnya, bermacam artefak dan batuan utuh saat ditemukan tersusun rapi.
Bebatuan menyerupai gamelan semisal, ditemukan menumpang pada pondasi bata berbentuk garis lurus.
"Di kedalaman 30 sentimeter pertama ditemukan artefak, lapisan selanjutnya ditemukan batuan utuh. Benda-benda itu seperti sengaja ditumpuk dan ditata. Juga ada beberapa lapisan tanah yang tidak biasa," kata Agustin.
Di kedalaman sekitar 50 sentimeter di bawah permukaan tanah, tim menemukan lapisan tanah bertekstur lembut, atau biasa disebut lemah aji. Tanah halus itu diduga dipakai untuk melapisi benda-benda yang sengaja ditimbun.
Juga terdapat lapisan berupa bata merah yang dihancurkan pada kedalaman lebih dari 1 meter.
"Dari fakta yang ditemukan, melahirkan pertanyaan, mungkinkah benda-benda itu sengaja dikubur. Jika ini benar, bisa mematahkan pengetahuan selama ini yang menyebut, situs terkubur karena bencana alam," kata dia.