Lengkong, Eks Polisi yang Jadi Bandar Sabu Divonis Penjara 10 Tahun
Atas putusan majelis hakim tersebut, Lengkong melalui penasihat hukumnya Benny Hariyono langsung mengajukan banding.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Wayan Murdana alias Lengkong (40), mantan anggota polisi yang sempat kabur dari sel tahanan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Bali dua minggu lalu, akhirnya divonis 10 tahun penjara, Selasa (30/5/2017), dalam kasus jual-beli narkoba.
Vonis penjara yang dijatuhkan oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar ini sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), kecuali hukuman denda. Pecatan polisi (desersi) di Polda Bali juga dihukum denda sebesar Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan.
Sebelumnya, Jaksa Penggy Ellen Bawengan menuntut denda sebesar Rp 800 juta.
Atas putusan majelis hakim tersebut, Lengkong melalui penasihat hukumnya Benny Hariyono langsung mengajukan banding.
Sedangkan Jaksa Peggy Ellen menyatakan pikir-pikir.
"Kami selaku penasihat hukum terdakwa mengajukan banding," ujar Benny Hariyono kepada majelis hakim dalam sidang di PN Denpasar kemarin.
Terkait permintaan yang diajukan terdakwa agar tidak ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Denpasar di Kerobokan, majelis hakim menyatakan terdakwa tetap ditahan di rumah tahanan BNNP Bali.
Sebab, belum ada putusan berkekuatan hukum tetap, karena terdakwa mengajukan banding.
Majelis hakim dalam amar putusannya menyatakan, Lengkong terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak menguasai, dan menjadi perantara jual-beli narkotika golongan I (sabu-sabu) yang beratnya melebihi 5 gram.
Atas perbuatannya, Lengkong dijerat pidana Pasal 114 (2) Undang - Undang RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
"Mengadili, menjatuhkan pidana kepada I Wayan Murdana alias Lengkong dengan pidana penjara selama 10 tahun, dan denda sebesar Rp 1 miliar, subsidair 6 bulan kurungan. Memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan rutan," tegas Hakim Ketua Sutrisno.
Ditemui usai sidang, Benny Hariyono menjelaskan bahwa pengajuan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar, karena ia menilai putusan hakim berlebihan. "Alasan banding, pertama mengenai sanksi pemidanaan, terlihat tidak ada hal-hal yang dipertimbangkan oleh hakim berkaitan dengan pembelaan kami dan permohonan dari terdakwa. Dalam putusan, hakim memutus terdakwa pidana 10 tahun dan denda Rp 1 miliar. Padahal jaksa menuntut sebesar Rp 800 juta, sehingga terlalu berlebihan. Klien kami tidak dapat keadilan. Karena itu, kami mengajukan banding," jelas Benny.
Mengenai penahanan terdakwa, kata Benny, masih menunggu putusan dari PT Denpasar.
Jika putusan berkekuatan hukum tetap, maka penahanan adalah kewenangan jaksa selaku eksekutor.