Gila! Pakan Ternak Berbentuk Mi Dijadikan Snack dan Dijual ke Anak-Anak
makanan ringan jenis mi kering, namun bahan bakunya terbuat dari pakan ternak
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM - Usaha yang dijalankan M Basyori (42), Tamrin (40), dan Ali Murtadho (37), benar-benar keblinger.
Ketiganya membuat makanan ringan jenis mi kering, namun bahan bakunya terbuat dari pakan ternak.
Kasatreskrim Polresta Sidoarjo, Kompol M Harris, mengatakan ketiga tersangka ini membeli panganan ternak yang berbentuk mi kering di sebuah pabrik pakan ternak di Gresik.
"Namun oleh ketiga tersangka pakan ternak itu malah dijadikan makanan ringan yang diberi merek dan dijual untuk konsumsi manusia, terutama anak-anak," kata Harris saat menggelar rilis kasus perkara, Jumat (2/6/2017).
Pakan ternak berbentuk mi ini berbentuk panjang-panjang. Oleh tersangka dihancurkan sehingga menjadi remah-remah.
Harris menuturkan untuk menghilangkan rasa pakan ternak, mi tersebut dicampur bumbu-bumbu, seperti balado dan asin-gurih.
Mi yang tak laik dikonsumsi manusia itu kemudian diberi merek Mei Mickey Joss dan Mei Cha Cha.
Yang bikin tambah miris, ketiga tersangka telah sembilan tahun melakukan usaha ilegal ini.
Meski penjualannya masih di wilayah Jatim (Sidosrjo, Madura, dan Jombang), ketiga tersangka yang warga Desa Keret Krembung (Basyori) dan Desa Gampang Prambon (Tamrin dan Ali) mampu meraup untung lebih dari Rp 50 juta per bulan.
"Tidak ada izin apapun terkait usaha yang dilakukan ketiga tersangka. Setahun pernah sampai untung Rp 2 miliar," sambungnya.
Baca: Bupati Magetan Diperiksa Kejari Terkait Masalah ini . . .
Harris menegaskan produsen pakan ternak berbentuk mi tak ada sangkut pautnya dengan kejadian ini.
Menurut pengakuan tersangka, mereka membohongi produsen ketika membeli pakam ternak itu.
"Ke produsen bilangnya buat pakan usaha ternak sapi milik tersangka. Namun malah disalahgunakan," paparnya.
Harris menyatakan para tersangka akan dijerat Pasal 134 UU RI No 18 Tahun 2012 tetang Pangan dan Pasal 135 UU RI No 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
"Ancaman hukuman maksimal dua tahun penjara dan denda maksimal Rp 4 milliar," tutup Harris.(Surya/syairwan)