Beratnya Perjuangan Khoe Ting Ay Jadi Mualaf, Dimusuhi Keluarga, Bangkrut hingga Pisah dengan Istri
Menjadi mualaf bukan perkara mudah bagi Khoe Ting Ay (62), warga Desa Wlahar Kulon, Patikraja Banyumas.
Editor: Dewi Agustina
Karena tak punya tempat tinggal layak, oleh seorang warga, ia dikasih tanah sepetak agar dibangun rumah.
Ternyata Gunawan punya pandangan lain. Kepada pemilik, ia memohon agar tanah itu lebih baik didirikan masjid untuk kemaslahatan umat, ketimbang rumah untuk kepentingan pribadinya.
"Di area sini saat itu belum ada masjid. Bersama warga, saya berjuang membangunnya sedikit demi sedikit," katanya.
Bangun Masjid Andre Al Hikmah
Umumnya nama masjid diambil dari bahasa Arab. Namun, sebuah masjid di Desa Wlahar Kulon, Patikraja Kabupaten Banyumas lain dari biasa.
Masjid itu dinamakan unik, Andre Al Hikmah yang merupakan gabungan dua kata dari bahasa berbeda.
Penamaan masjid demikian bukan tanpa alasan. Nama itu rupanya punya sisi sejarah, juga pesan mendalam bagi umat.
Penggagas Masjid Andre Al Hikmah ,Yusuf Gunawan Santoso (62) mengatakan, nama tersebut adalah pemberian pengurus yayasan serta warga setempat yang berjuang membangun masjid itu.
"Andre adalah nama seorang pemuda dari Semarang yang pernah belajar agama di sini," kata pria bernama asli Khoe Ting Ay tersebut, Kamis (8/6/2017).
Diceritakan Gunawan, pada tahun 1997, Andre, seorang pemuda Tionghoa yang masih berumur 16 tahun datang dari daerah asalnya, Semarang ke Desa Wlahar Kulon untuk belajar agama Islam.
Gunawan yang lebih dulu menjadi mualaf serta warga sekitar menyambut positif kedatangan Andre yang saat itu tengah mencari pencerahan.
Andre memutuskan beberapa waktu tinggal di desa tersebut.
Ia melebur dengan warga untuk mengikuti kegiatan dzikir serta aktivitas keagamaan lain yang dipimpin Gunawan di Desa Wlahar Kulon.
Wawasannya mengenai Islam terus bertambah. Keyakinannya terhadap agama tersebut semakin kuat.
Andre akhirnya memantapkan diri untuk memeluk Islam dengan mengucapkan dua kalimat sahadat.