Beratnya Perjuangan Khoe Ting Ay Jadi Mualaf, Dimusuhi Keluarga, Bangkrut hingga Pisah dengan Istri
Menjadi mualaf bukan perkara mudah bagi Khoe Ting Ay (62), warga Desa Wlahar Kulon, Patikraja Banyumas.
Editor: Dewi Agustina
"Setelah belajar di sini, dia pulang ke Semarang untuk melanjutkan sekolah," katanya.
Baru sebulan Andre menjalankan syariat Islam, ia ditimpa petaka.
Andre menjemput ajal dalam sebuah peristiwa kecelakaan. Pemuda itu meninggal sebagai seorang muslim.
Warga Desa Wlahar Kulon turut kehilangan atas wafatnya pemuda yang baru menikmati memeluk Islam itu.
Beberapa waktu kemudian, Gunawan bersama warga sedang menginisiasi pembangunan masjid di Desa Wlahar.
Pembangunan dilaksanakan bertahap karena keterbatasan dana.
Gunawan terkejut tiba-tiba dihubungi seseorang dari Kota Semarang, Gautama.
Gautama ternyata ayah kandung Andre yang saat itu masih beragama Budha.
Gautama mengaku sebelumnya ditemui mendiang putranya, Andre melalui mimpi. Dalam mimpi itu, Andre berwasiat kepada ayahnya untuk membantu Gunawan.
"Setelah Pak Gautama tahu saya sedang berjuang untuk membangun masjid, dia kemudian membantu membiayai pembangunan masjid," katanya.
Gunawan menyebut, keluarga Gautama adalah penyumbang perorangan terbesar untuk pembangunan masjid itu di luar yayasan.
Keluarga Gautama pada akhirnya mengikuti jejak putra mereka untuk memeluk Islam dan berangkat haji ke Baitullah.
Setelah pembangunan masjid rampung pada tahun 2002, akhirnya tempat ibadah itu dinamakan Andre Al Hikmah atas kesepakatan segenap pengurus masjid dan masyarakat.
"Nama masjid itu untuk mengenang Andre sang pemuda mualaf yang pernah belajar agama Islam di sini dan menginspirasi umat," katanya.