Pengembangan Homestay Belum Banyak Diminati Pengelola Wisata di Jogja
Pemanfaatan homestay masih belum menjadi perhatian utama para pelaku wisata di Kulonprogo.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, KULONPROGO – Pemanfaatan homestay masih belum menjadi perhatian utama para pelaku wisata di Kulonprogo.
Jumlah unitnya saat ini tidak sebandign dengan tingkat kunjungan wisata yang ada.
Kepala Dinas pariwisata Kulonprogo, Krissutanto mengatakan, saat ini baru ada sekitar 400 unit homestay yang dikembangkan masyarakat Kulonprogo.
Jumlah tersebut masih terbilang sedikit jika dibandingkan tingkat kunjungan wisata yang mencapai 518.547 orang dalam setahun (menurut data Badan Pusat Statistik 2016).
“Jumlah pastinya, kami perlu lakukan pendataan lebih detail. Yang jelas, jumlahnya masih relative sedikit dan belu banyak dikembangkan,” kata Krissutanto, Kamis (8/6/2017).
Menurutnya, pengembangan homestay tetap perlu dilakukan terutama untuk bisa memberi dampak positif terhadap perekonomian masyrakat di sekitar ojek wisata.
Pihaknya pun tak memungkiri bahwa wisatawan yang datang ke Kulonprogo kebanyakan hanya berkunjung ke objek wisata dan tidak menginap.
“Mereka biasanya menginap di SLeman atau Kota Yogya. Namun, homestay juga tetap diperlukan sebuah objek wisata,” kata dia.
Pemilik homestay di Kebun Teh Samigaluh, Imam Panuwun mengatakan, dirinya memiliki 11 unit homestay dan akan ditambah seiring berkembangnya objek wisata tersebut.
Homestay biasanya dipenuhi tamu dari berbagai wisatawan luar daerah saat akhir pekan. Pihaknya memilih untuk menambahkan beragam fasilitas agar wisatawan betah di Kulonprogo dan menginap di sana.
Paket wisata dan homestay dikembangkan dengan mengacu pada basis potensi lokal dan budayanya.
“Misalnya, kita buat paket membuat kopi atau teh lokal, gula aren, belajar tari, dan sebagainya. Jadi, tamu juga betah di sini,” kata dia.
Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Kulonprogo, Sihabdudin menilai perencanaan dan pembangunan sarana dan prasarana pariwisata di Kulonprogo masih kurang bagus dan kurang bermutu.
Hal ini lantaran perencanaan pembangunan pariwisatanya cenderung belum berkiblat pada standar internasional.
"Perencana tidak mampu membuat objek wisata yang berkelas internasional. Utamanya dalam rangka mendukung keberadaan bandara. Kulonprogo mestinya bisa meyuguhkan objek wisata yang berkelas internasional dari sisi pelayanan maupun konsep dan infrastrukturnya," kata dia. (*)