Sudirman Said Ajak Petani Bawang Perbaiki Manajemen Usai Panen
Sejak dulu persoalan petani bawang masih sama yakni keterbatasan kemampuan keuangan, akses pasar dan penanganan pasca panen
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, BREBES - Nasib petani pada umumnya, tak terkecuali petani bawang cukup mengenaskan. Saat musim tanam harga bibit dan pupuk mahal. Sementara pada musim panen harganya rendah.
"Situasi seperti ini harus diakhiri. Petani harus mendapat keuntungan yang layak. Sekarang ini yang banyak mendapat keuntungan piha-pihak yang tidak terlibat dalam proses penanaman," kata mantan Menteri ESDM Sudirman Said dalam keterangan pers saat panen bawang di Dukuh Siramin, Desa Slatri, Brebes, Jateng, Rabu (19/7/2017).
Menurut Sudirman yang sejak kecil tinggal di desa, persoalan petani bawang masih sama yakni keterbatasan kemampuan keuangan, akses pasar, dan penanganan pasca panen.
Akibatnya ketika panen serentak, harga turun tapi mereka terpaksa harus menjual hasil panennya.
"Para petani bukannya untung malah buntung", tutur Sudirman Said, di dukuh Siramin, desa Slatri, Larangan, kabupaten Brebes.
Sejak setahun lalu, Sudirman bekerja sama dengan para petani di desa kelahirannya menanam bawang dan cabe.
Ia dibantu para sahabat yang menyediakan modal kerja, termasuk biaya sewa lahan.
Dalam kesempatan itu Sudirman menyatakan, sudah lama ingin mengajak para petani memperbaiki manajemen pasca panen agar ketika harga rendah jangan buru-buru menjual hasil panennya agar bisa memperoleh keuntungan yang memadai.
"Kalau bawang kita keringkan dan simpan dengan baik, kualitasnya terjaga , dan jumlahnya cukup banyak kita bisa buka akses pasar langsung kepada pengguna akhir," terang dia.
"Saya akan mendorong petani membuat kelompok atau koperasi, kalau ada badan hukum bisa kita bantu mendapatkan permodalan, supaya biaya tanam dan biaya hidup bisa didukung selama masa masa sulit menunggu panen atau menungggu harga bagus," katanya.
Dari diskusi dengan beberapa petani dan tokoh masyarakat di Brebes, lanjut dia, mata rantai pasokan dari petani ke pembeli akhir bisa melalui enam sampai delapan perantara.
Akibat panjangnya rantai distribusi harga yang dinikmati petani kadang kadang hanya setengah dari harga jual kepada pembeli terakhir.
Jumlah usaha pertanian bawang di Brebes kurang lebih 220 ribu, sebagian besar merupakan usaha rumah tangga. Sedikit sekali yang merupakan usaha berbadan hukum.
Ini membatasi ruanh gerak dan akses modal.
Luas lahan pertanian di Brebes dari hasil sensus terakhir 166 ribu hektar.
Kemungkinan sudah makin menyempit karena konversi menjadi tempat tinggal dan pengembangan wilayah, termasuk industri.
Pada 2010, produksi bawang merah Kabupaten Brebes mencapai 400.501 ton, atau 79,09 persen dari total produksi bawang merah di seluruh wilayah Jawa Tengah yang jumlahnya 506.357 ton.
Terhadap produksi bawang nasional yang jumlahnya 1.048.934 ton, Brebes menyumbangkan 38,18 persen dari total produksi nasional.
Rata rata sumbangan produksi bawang dari Brebes pada kebutuhan nasional antara 40 persen sampai 50 persen.