TNI dan Polri Diminta Jangan Mau Jadi Pasukan 'Bayaran' PTPN II
Dalam menangani gejolak masyarakat, TNI dan polisi yang dimintai bantuan turun ke lapangan
Penulis: Array Anarcho
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribun Medan Array A Argus
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Sengketa lahan antara masyarakat Desa Laucih, Simalingkar A, Kecamatan Pancur Batu dengan PTPN II masih berlanjut.
Puluhan rumah warga dan ladang yang ada di lahan sengketa itu hancur dibuldoser orang suruhan PTPN II.
Dalam menangani gejolak masyarakat, TNI dan polisi yang dimintai bantuan turun ke lapangan.
Namun, pada prakteknya, TNI dan polisi yang ada di lokasi seolah menjadi "orang pesanan" yang disiagakan PTPN II.
"Saya berharap baik Kajatisu, Pangdam, Kapolda dan BIN bisa sama-sama melihat bahwa situasi ini tidak baik. Marilah kita sama-sama mencari solusi bagi masyarakat," ungkap anggota Komisi C DPRD Sumut, Sutrisno Pangaribuan saat ditemui Tribun di depan pintu masuk DPRD Sumut, Rabu (26/7/2017).
Baca: Prabowo Akan Bertemu SBY, Demokrat Sambut Positif
Politisi PDI-Perjuangan ini mengatakan, TNI dan Polri harusnya bertindak netral dalam hal ini.
Jika memang tugas TNI dan Polri untuk menjaga keamanan, kata Sutrisno, maka ketika terjadi kerusuhan, sudah selayaknya TNI dan Polri menjadi penengah.
"Posisi TNI dan Polri di sana kan sebagai pengamanan. Kecuali oknum polisi dan TNI tadi bagian dari rencana kerja itu. Kalau tugasnya pengawalan, posisinya berdiri sebagai penengah. Pada posisi itu harusnya mereka. Bukan justru membekap orang yang melakukan penggusuran. Kalau dia tidak netral, maka dia (TNI dan Polri) menjadi bagian pesanan orang yang melakukan kekerasan itu," ungkap Sutrisno.
Ia juga sangat menyesalkan adanya tindak kekerasan saat melakukan penggusuran. Seharusnya, persoalan ini bisa dibicarakan baik-baik tanpa harus ada tindak kekerasan.
Baca: Belajar Taman dan Tata Kota ke Singapura
Usai berbincang dengan Tribun, Sutrisno kemudian mengajak warga Laucih berdialog. Banyak keluhan yang disampaikan warga kepada anggota dewan itu.
Pada intinya, masyarakat meminta agar PTPN II menghentikan proses penggusuran. Sebab, tindakan penggusuran secara paksa itu membuat jiwa masyarakat tertekan.(Ray/tribun-medan.com)