Wow, Sekolah Gratis bagi Anak Tunarungu di Semarang Ini Ajarkan Menari dan Main Angklung
Teriakan anak-anak riuh terdengar di Rumah Pintar Efata, Jalan Lemahgempal V/14, Semarang Selatan, belum lama ini.
Editor: Sugiyarto
Windi dan sesama orangtua penyandang disabilitas merasa resah karena di Semarang belum ada sekolah nonformal yang menampung bakat anak-anaknya.
"Saya sendiri punya anak dengan gangguan pendengaran karena terinfeksi virus Measles rubella saat hamil anak keempat. Jadi kalau ada imunisasi campak rubella, saya mendukung sekali," jelasnya.
Sistem pembelajaran di rumah pintar ini tak mengarah penggunaan bahasa isyarat bagi anak-anak tunarungu.
Justru Windi dkk menekankan cara bicara dan interaksi langsung.
Dia juga mengajarkan menari, bermain angklung, modeling, melukis, dan keterampilan lain.
Bagaimana cara anak-anak kekurangan pendengaran belajar menari dan bermain angklung?
"Kami menggunakan ketukan (nada) untuk mengajari mereka. Hasilnya luar biasa," tuturnya.
Seorang ayah pelajar Rumpin Efata, Slamet Kaswanto, mengaku amat terbantu keberadaan lembaga ini.
Anaknya mengalami kekurangan pendengaran sejak umur dua tahun.
Baca: Menteri Susi: Jokowi Dukung Kapal Pencuri Ditenggelamkan
"Semula sakit panas. Setelah itu kami sadar kalau pendengaran anak kami kurang," ujar Slamet.
Gangguan pendengaran menyebabkan sang anak sulit bersekolah.
Dari lima TK, hanya ada satu sekolah yang mau menerimanya.
Adanya sekolah gratis untuk tunarungu seperti Efata cukup membantunya mendidik anak.
Lurah Barusari, Rubiyanto, berjanji akan menyosialisasikan keberadaan Efata.
Ia senang ada sekolah nonformal gratis untuk anak-anak yang mengalami gangguan pendengaran di wilayahnya.
"Kami akan ikut sosialisasikan supaya penanganan anak dengan gangguan pendengaran tidak terlambat," papar Rubiyanto. (*)