Cerita Musa 15 Hari Menyeberangi Laut Myanmar Sampai Aceh dan Kini Jadi Pengungsi di Makassar
Bersama puluhan pengungsi lain, ia menyeberangi laut selama kurang lebih 15 hari menuju tanah Aceh.
Penulis: Fahrizal Syam
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribun Timur, Fahrizal Syam
TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR - Konflik yang terjadi di Myanmar, memaksa ribuan masyarakat Rohingya keluar dari negara itu.
Peperangan yang menjatuhkan korban, membuat para pengungsi menempuh berbagai cara demi pergi ke tempat yang aman.
Salah satu pengungsi Rohingya, Musa (23) menceritakan, ia keluar dari Myanmar pada 2013 lalu dengan menggunakan sebuah kapal kayu kecil.
Bersama puluhan pengungsi lain, ia menyeberangi laut selama kurang lebih 15 hari menuju tanah Aceh.
"Kami masuk Aceh pada April 2013, di sana kami dipenjara karena masuk secara ilegal," kata Musa, Senin (4/9/2017).
Baca: Usai Membunuh Indria Kameswari, Sang Suami Kabur ke Batam Gunakan KTP Palsu
Musa dan pengungsi lainnya sadar, meski keluar dari Myanmar dan masuk di Indonesia dengan selamat, namun mereka dipastikan tidak akan bebas karena statusnya yang ilegal.
Namun hanya cara itu yang bisa mereka tempuh.
"Hanya itu yang bisa kami lakukan, kami tak mau jadi korban perang di sana," kata pria yang mengaku berasal dari Kota Maungdaw, Provinsi Arakan, Myanmar.
Tak hanya di Aceh, Musa dan pengungsi lainnya juga kembali harus ditahan di Tanjung Pinang, Riau selama kurang lebih setahun.
Mereka ditahan di sana sebelum mendapatkan kartu tanda pengungsi resmi dari UNHCR.
"Kami ditahan di Tanjung Pinang untuk dapat keterangan karena kami tak punya paspor. Setelah itu awal 2014 ke Makassar. Hanya di Makassar ini kami bisa sedikit bebas karena sudah punya kartu," kata dia.
Meski sudah lebih bebas di Makassar, Musa mengatakan status mereka sebagai pengungsi membuat mereka tetap harus mematuhi aturan seperti tak boleh menggunakan kendaraan bermotor, keluar di atas jam 10 malam, dan bekerja, meski para imigran setiap bulan mendapat uang Rp 1.250.000.