Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Cerita Musa 15 Hari Menyeberangi Laut Myanmar Sampai Aceh dan Kini Jadi Pengungsi di Makassar

Bersama puluhan pengungsi lain, ia menyeberangi laut selama kurang lebih 15 hari menuju tanah Aceh.

Penulis: Fahrizal Syam
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Cerita Musa 15 Hari Menyeberangi Laut Myanmar Sampai Aceh dan Kini Jadi Pengungsi di Makassar
Tribun Timur/Fahrizal Syam
Puluhan imigran Rohingya di Makassar menggelar pertemuan dan berdiskusi dengan Forum Peduli Rohingya, di Masjid Nurul Iman Telkom, Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (4/9/2017). TRIBUN TIMUR/FAHRIZAL SYAM 

Laporan Wartawan Tribun Timur, Fahrizal Syam

TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR - Konflik yang terjadi di Myanmar, memaksa ribuan masyarakat Rohingya keluar dari negara itu.

Peperangan yang menjatuhkan korban, membuat para pengungsi menempuh berbagai cara demi pergi ke tempat yang aman.

Salah satu pengungsi Rohingya, Musa (23) menceritakan, ia keluar dari Myanmar pada 2013 lalu dengan menggunakan sebuah kapal kayu kecil.

Bersama puluhan pengungsi lain, ia menyeberangi laut selama kurang lebih 15 hari menuju tanah Aceh.

"Kami masuk Aceh pada April 2013, di sana kami dipenjara karena masuk secara ilegal," kata Musa, Senin (4/9/2017).

Baca: Usai Membunuh Indria Kameswari, Sang Suami Kabur ke Batam Gunakan KTP Palsu

Berita Rekomendasi

Musa dan pengungsi lainnya sadar, meski keluar dari Myanmar dan masuk di Indonesia dengan selamat, namun mereka dipastikan tidak akan bebas karena statusnya yang ilegal.

Imigran Rohingya di Makassar
Puluhan imigran Rohingya di Makassar menggelar pertemuan dan berdiskusi dengan Forum Peduli Rohingya, di Masjid Nurul Iman Telkom, Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (4/9/2017). TRIBUN TIMUR/FAHRIZAL SYAM

Namun hanya cara itu yang bisa mereka tempuh.

"Hanya itu yang bisa kami lakukan, kami tak mau jadi korban perang di sana," kata pria yang mengaku berasal dari Kota Maungdaw, Provinsi Arakan, Myanmar.

Tak hanya di Aceh, Musa dan pengungsi lainnya juga kembali harus ditahan di Tanjung Pinang, Riau selama kurang lebih setahun.

Mereka ditahan di sana sebelum mendapatkan kartu tanda pengungsi resmi dari UNHCR.

"Kami ditahan di Tanjung Pinang untuk dapat keterangan karena kami tak punya paspor. Setelah itu awal 2014 ke Makassar. Hanya di Makassar ini kami bisa sedikit bebas karena sudah punya kartu," kata dia.

Meski sudah lebih bebas di Makassar, Musa mengatakan status mereka sebagai pengungsi membuat mereka tetap harus mematuhi aturan seperti tak boleh menggunakan kendaraan bermotor, keluar di atas jam 10 malam, dan bekerja, meski para imigran setiap bulan mendapat uang Rp 1.250.000.

Halaman
12
Sumber: Tribun Timur
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas