Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Warga Buyat Minahasa Tenggara Sempat Ditolak saat Pindah ke Desa Trans Patoa Bolsel

Berpindah dari Buyat, Minahasa Tenggara ke Desa Trans Patoa, Kecamatan Helumo, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel) bukan sesuatu yang mudah.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Warga Buyat Minahasa Tenggara Sempat Ditolak saat Pindah ke Desa Trans Patoa Bolsel
Tribun Manado/Felix Tendeken
Inilah Desa Trans Patoa, Kecamatan Helumo, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), Jumat (8/9/2017). TRIBUN MANADO/FELIX TENDEKEN 

TRIBUNNEWS.COM - Berpindah dari Buyat, Minahasa Tenggara (Mitra) ke Desa Trans Patoa, Kecamatan Helumo, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel) bukan sesuatu yang mudah.

Saat datang dan menetap di Desa Trans Patoa, awalnya warga setempat menolak mereka karena takut terjangkit penyakit menular yang dibawa.

Karena saat itu, opini yang berkembang mereka terjangkit penyakit benjol-benjol yang dicurigai gejala Minamata.

Eks warga Kampung Buyat ini sudah telanjur teropinikan saat itu telah tercemar limbah tambang yaitu, Mercuri.

Desa Trans Patoa ini hanya berjarak satu kilometer dengan Desa Duminanga.

Di desa ini berdiri bangunan semi permanen bantuan pemerintah.

"Desa ini pecahan dari Duminanga dan ditempati warga Eks Kampung Buyat," ujar Afni Lohor, yang juga pindahan dari Buyat.

Berita Rekomendasi

Baca: Hotman Paris Dianggap Piawai oleh Media Asing: Dicintai Konglomerat Lokal, Ditakuti Kreditor Asing

Diceritakannya, mereka berpindah ke Trans Patoa pada tahun 2005 secara bersama-sama. Saat ini ada sekira 90 Kepala Keluarga (KK) yang pindah beramai-ramai.

Pada awal berpindah mereka selama beberapa bulan mendapat bantuan dari KKTB yang merupakan gabungan beberapa Yayasan.

"Awalnya kita pindah dalam kondisi yang sulit, hanya pakaian di badan yang melekat," kata dia.

Untuk bertahan hidup di Desa Trans Patoa, mereka harus meminjam tanah milik warga Duminanga untuk bercocok tanam.

"Apa saja kita tanam, aturannya hasil dibagi dua," kata dia.

Derita sebagai pengungsi benar‑benar mereka rasakan. Bagaimana tidak, selama menjadi pengungsi mereka jarang menikmati enaknya beras.

"Waktu itu tanaman tanah seperti umbi‑umbian jadi makanan pokok kami," kata dia.

Meski mengaku kesulitan, pertama datang ke Desa Trans Patoa, mereka tak berpikir lagi kembali ke Buyat, melainkan terus berusaha agar bangkit dari keterpurukan tersebut.

Apalagi kata dia, mereka dulu pernah disebut membawa penyakit berjangkit yang membuat mereka seperti diisolasikan. Sehingga beberapa desa terdekat di Buyat menolak kehadiran mereka.

"Dulu ada yang sakit dan benjol‑benjol di tubuhnya, tapi seiring berjalannya waktu tidak ada lagi yang sakit seperti itu," kata dia.

Arnas Mohi (35) warga eks Buyat, mengatakan keadaan yang dulu dan sekarang sudah berubah.

"Karena mengonsumsi air bersih dan makanan bersih semua sudah sehat," jelasnya.

Di Desa Trans Patoa mereka telah memiliki kehidupan yang baru dimana pertanian dan kelautan menjadi sumber penghasilan mereka.

Diakuinya saat awal-awal pindah banyak yang memilih kembali ke Buyat dengan alasan kesulitan mencari nafkah.

"Dulu penyakit tidak masuk akal sering muncul di Buyat," kata dia.

Selain berterima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel) atas segala bantuan yang diberikan, mereka juga berterima kasih kepada donatur atas segala bantuan yang diberikan.

"Kami sudah bahagia disini, dengan segala kondisi yang ada. Apalagi Pemerintah daerah membantu kami, mulai dari bibit tanaman, peralatan pertanian, nelayan, dan sebagainya," ujarnya.(felix)

Sumber: Tribun Manado
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas