Cabuli Anak di Depan Ayahnya, Om Martin Dituntut 6 Tahun
Tim penasihat hukum terdakwa pada intinya memohon kepada hakim agar memberikan hukuman seadil-adilnya.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Martinus Doko alias Om Martin akhirnya menjalani sidang tuntutan, Selasa (19/9/2017) di Pengadilan Negeri Denpasar.
Pria yang berprofesi sebagai sopir ini menjadi terdakwa dalam kasus pencabulan terhadap anak.
Atas perbuatannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ika Lusiana Fatmawati menuntut terdakwa Om Martin dengan pidana penjara selama enam tahun.
Atas tuntutan itu, terdakwa melalui tim penasihat hukumnya yaitu Charlie Usfunan dkk langsung mengajukan pembelaan lisan.
Dihadapan majelis hakim pimpinan I Gede Dewa Sudiartha, tim penasihat hukum terdakwa pada intinya memohon kepada hakim agar memberikan hukuman seadil-adilnya.
"Kami mohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim agar memberikan hukuman kepada terdakwa seadil-adilnya," pinta Charlie.
Sementara, Jaksa Ika Lusiana dalam pembacaan surat tuntutan menyatakan, terdakwa Martinus Doko alias Om Martin secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, secara berturut-turut sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
Seusia dengan dakwaan, terdakwa Om Martin dijerat Pasal 76E jo Pasal 82 ayat (1) UU RI No.35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
"Menuntut supaya majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini, supaya menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Martinus alias Om Martin dengan pidana penjara selama enam tahun, dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara, dengan perintah tetap ditahan," tegas Jaksa Ika Lusiana.
Ia menambahkan selain tuntutan pidana penjara, terdakwa Om Martin juga dituntut hukuman denda.
"Dan denda Rp 100 juta, subsider empat bulan kurungan," imbuhnya.
Pun dalam surat tuntutannya, JPU mengurai sejumlah pertimbangan untuk mengajukan tuntutan.
Pertimbangan memberatkan, perbuatan terdakwa dinilai menimbulkan penderitaan mendalam bagi korban.
Sedangkan hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, mengakui perbuatannya.