Nenek Ini Tetap Bertani Meski Kebunnya Terendam Banjir
Raut muka janda berusia 75 tahun tersebut berubah seketika saat meratapi nasib ia akan kembali gagal panen tahun ini.
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Reporter Tribun Jateng, Rival Almanaf
TRIBUNNEWS.COM, DEMAK - Suara Sumarni bergetar saat menceritakan lahan pertaniannya di Desa Sayung, Kecamatan Sayung kabupaten Demak, yang kembali tergenangi banjir.
Raut muka janda berusia 75 tahun tersebut berubah seketika saat meratapi nasib ia akan kembali gagal panen tahun ini.
Awalnya tak tampak kesedihan di wajahnya. Meski tanaman terong sudah mulai terendam, ia tampak masih berusaha membersihkan telur-telur keong yang menempel di batang tanaman.
Gerakannya memang sudah tidak cekatan. Ia bergerak cukup hati-hati terlebih kondisi lahan pertaniannya tergenang air.
"Niki sampun limang tahun sawahe kebanjiran terus, lha nggih pripun malih wong nggota ne mung niki (ini sudah lima tahun sawahnya kebanjiran terus, mau gimana lagi kerjanya cuma ini)," jelas nenek yang akrab disapa Mbah Marni, Jumat (13/10/2017).
Meski sudah terendam ia tetap mencoba merawat tanamannya sembari berharap hujan deras tidak sering turun di bulan-bulan ini. Jika hujan terjadi, maka sudah dipastikan ia akan merugi lagi tahun ini.
Sejak ditinggal suaminya 20 tahun lalu, Mbah Marmi melanjutkan menggarap lahan seluas 400 meter persegi itu untuk membesarkan dan menyekolahkan lima anaknya.
Meski demikian, kini ia tidak ingin merepotkan anak-anaknya. "Sakniki manggen kalih ragile, lha wong mpun mboten gadah nopo-nopo, sawah nggih mpun mboten nate ngasilake, (sekarang tinggal sama anak bungsu, karena sudah tidak punya apa-apa, sawah juga sudah nggak bisa menghasilkan," keluhnya.
Petani lain, Abdul Nur (49) juga mengeluhkan hal yang sama. Dirinya yang baru saja menancapkan bibit padi beberapa minggu lalu harus meratapi sawahnya tenggelam.
"Modal menanam sekitar Rp 2 juta, baru seminggu ditancapkan kemarin sudah banjir," keluhnya.
Padahal ini baru awal musim hujan, ia tidak bisa membayangkan jika nanti intensitas hujan semakin tinggi.
Untuk mencukupi kebutuhan Abdul Nur kini menggantungkan pada warung yang ia buka di teras rumah. "Kalau teman tani yang lain ada yang jadi kuli bangunan, ada yang di pabrik," pungkasnya. (*)