Ratusan Monyet Menampakkan Diri Saat Ritual Ngaturan Pekelem di Puncak Gunung Agung
Ratusan monyet juga terlihat mengikuti krama yang hendak ngaturan pekelem ke puncak Gunung Agung.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, AMLAPURA- Koordinator upacara ngaturan pekelem, I Wayan Bawa mengatakan, kondisi di Puncak Gunung Agung sudah alami perubahan.
Dibagian utara kawah terlihat sekitar 15 lubang yang keluarkan asap solfatara.
Dibagian tengah ada 2 titik.
Baca: Surga Dunia di Lantai 7 Alexis yang Disebut Ahok Tinggal Kenangan
Ratusan monyet juga terlihat mengikuti krama yang hendak ngaturan pekelem ke puncak Gunung Agung.
Volume asap yang keluar dari lubang relatif banyak, dan berbau belerang.
Asap yang keluar membumbung tinggi hingga ketinggian ratusan meter.
Sekitar kawah hanya terdengar bunyi angin yang menyerupai desiran ombak.
Tak terasa gempa di puncak gunung.
Seperti diberitakan, ratusan umat Hindu dari berbagai daerah di Bali mekemit di Pura Pasar Agung, Desa Sebudi, Kecamatan Selat, Rabu (1/11/2017) sekitar pukul 22.00 wita.
Mereka datang untuk mengelar upacara ngaturan pekelem di Puncak Gunung Agung.
Koordinator upacara, I Wayan Bawa mengaku, kegiatan ngaturan pekelem mulai digelar sekitar pukul 01.00 wita, Kamis (2/11/2017).
Sekitar 253 orang ikut serta mendaki gunung ketinggian 3.142 MDPL, dan membawa sesajen seperti kerbau, kambing, monyet, dan ayam.
Mereka tak gentar walaupun status Gunung Agung masih berada di level III (siaga).
Semua krama menyatakan berani demi ngaturan ngayah kepada yang berstana di puncak gunung tertinggi di Bali itu.
"Semua berani naik ke atas. Nggak ada yang khawatir, apalagi takut. Yang naik ke atas perempuan , laki. Syukur prosesi upacaranya berjalan lancar," kata I Wayan Bawa saat dihubungi Tribun Bali, Kamis (2/11/2017).
Ditambahkan, krama sampai di Puncak Gunung Agung sekitar pukul 06.00 wita.
Saat itu juga proses persembahyangan dimulai.
Hewan yang dibawa, seperti kerbau, ayam, angsa, dan sesajen dibuang ke kawah Gunung Agung sesuai keyakinan sebagian krama.
"Sebelum ngaturan di puncak, krama juga ngaturan pekelem di tengah alas. Dengn cara melepas kebo putih, menjangan, dan kera hitam (petu). Krama sampai di bawah sekitar pukul 11.00 wita. Syukur warga selamat semua, tak ada korban atau kram," imbuhnya.
Pria yang juga Perbekel Desa Peringsari, Kecamatan Selat , upacara ngaturan pekelem digelar secara perorangan bukan atas nama pemerintah atau instansi lain.
Ini digelar atas intruksi Dewa Beratha yang diperintah Jro Mangku Gede selaku penerima pewisik.
Kegiatan ini digelar murni untuk kebaikan Gunung Agung dan melihat kondisinya.
Krama mengelar sembahyang hingga satu jam, dipimpin langsung Jro Mangku Reta asal dari Desa Sebudi.
Saat sembahyang krama mendoakan agar kondisi Gunung Agung terus membaik.
"Upacara ini digelar murni karena ngaturan ngayah di puncak. Untuk kebaikan gunung, dan keselamatan masyarakat sekitar lereng. Seluruh krama yang naik ke atas mengaku terketuk hatinya. Kegiatan ini sempat melapor ke camat, tapi tak direspon,"akuinya.
Pelinggsir Pura Pasar Agung, Jro Mangku Wayan Sukra, menjelaskan, ngaturan pekelem murni untuk memohon keselamatan, dan terhindar dari bencana.
Seperti Erupsi Gunung Agung yang kini masih berada di status siaga (level III).
"Mungkin ada berapa kesalahan yang dibuat, sehingga krama harus mengelar seperti ini. Selain di puncak Gunung Agung, kita juga ngaturan pekelem di watu klotok, Klungkung di waktu yang sama,"akui Jro Mangku.
Jro Mangku menambahkan, sehari setelah ngaturan pekelem krama akan gelar upacara dalam rangkaian Purnama Kelima sekitar Pura Pasar Agung Sebudi.