Wow! Warung Anak-anak Putus Sekolah Ini Bayar Seikhlasnya Nyaris Bangkrut, Hal Luar Biasa Terjadi
Promo rumah makan Kampung Sidat yang dikelola Sekolah Kader Desa Brilian di desa Singasari Karanglewas pada awal tahun 2017 silam begitu menggiurkan.
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan Tribun Jateng Khoirul Muzakki
TRIBUNNEWS.COM, BANYUMAS -- Promo rumah makan Kampung Sidat yang dikelola Sekolah Kader Desa Brilian di desa Singasari Karanglewas pada awal tahun 2017 silam begitu menggiurkan.
Masyarakat kala itu dipersilakan makan dengan lauk beragam olahan Sidat, mulai Sidat bakar, Sidat Lombok Ijo hingga Sidat Bakar.
Seporsi menu Sidat yang biasanya dihargai Rp 35 ribu kali ini dipatok harga alias seikhlasnya.
Sejak promo itu dirilis, setiap hari, rumah makan di tengah kebun itu sesak didatangi orang yang ingin menjajal menu langka itu.
Mereka banyak datang berombongan menggunakan mobil. Tampilan mereka tentu saja jauh dari kesan orang susah. Mereka juga memesan banyak menu olahan Sidat tanpa perhitungan.
Pengelola Sekolah Kader Desa Brilian Muhammad Adib mengasumsikan, meski tak dipatok harga, pelanggan akan membayar makanan yang dilahapnya dengan nominal pantas.
Syukur, bayaran seikhlasnya dari mereka melebihi harga normal di hari biasa.
Apalagi, pengunjung pasti tahu, warung makan ini dikelola anak-anak desa putus sekolah yang tengah berjuang membangun usaha untuk mengembangkan pendidikan mereka.
"Kami memang niatnya promo awalnya, agar masyarakat gemar makan Sidat, sehingga Sidat lokal ini tidak terus diekspor ke luar negeri,"katanya, Selasa (14/11).
Ternyata perkiraannya meleset. Berapapun stok Sidat yang tersedia di warung, selalu habis dipesan orang yang membelinya dengan tarif ikhlas. Namun, tak dinyana, hanya sedikit uang yang masuk ke dalam kas.
Beberapa rombongan pengunjung yang datang memakai mobil itu ternyata tak berperasaan. Mereka memesan menu sepuasnya, namun tak ikhlas membayar dengan uang pantas.
Adib pun kemudian menutup promo itu dengan beban kerugian yang sangat besar. Karena lebih banyak orang yang makan tanpa bayar, warung ini rugi sebesar Rp 50 juta.
"Ada yang datang rombongan 15 orang, 30 orang, semua dipesan. Tapi selesai makan hanya mengasih amplop satu, isinya Rp 50 ribu. Padahal mereka tahu, usaha ini untuk kembangkan pendidikan anak desa,"katanya
Adib tentu saja tak habis pikir, banyak pelanggan yang sedemikian tega. Ia pun kebingungan menambal kerugian sebesar itu lantaran usaha ini dibangun di atas jerih payah anak-anak miskin desa.
Namun Adib memilih membuang jauh kekesalannya terhadap orang-orang itu. Meski tekor, usaha kuliner ini tidak boleh tutup.
Para kader masih menaruh harapan dari usaha itu untuk menutup biaya hidup dan pendidikan mereka.
Adib optimis, dari sekian banyak pengunjung yang datang menikmati menu promo, tidak semuanya kranjingan. Ada yang benar-benar serius ingin menjajal menu Sidat dan jadi palanggan loyal.
"Yang sudah cocok dengan menu Sidat di sini, pasti akan datang lagi untuk membeli dan jadi pelanggan loyal,"katanya
Keyakinan Adib terbukti. Meski sempat rugi di awal, usaha rumah makan kampung Sidat kini sudah mulai meraup untung.
Di hari biasa, 2 hingga 3 kilogram Sidat yang diolah jadi beragam menu ludes terjual di warung itu.
Pada hari Sabtu atau Minggu, 5 kilogram Sidat bisa habis dibeli pelanggan yang membludak di warung tersebut.
Kini, rumah makan itu jadi unit usaha andalan para kades Sekolah Desa Brilian.
Setiap hari, di luar jam sekolah, secara bergantian, mereka yang kebanyakan mengikuti program Paket C sibuk melayani pelanggan di warung yang menyatu dengan gubuk tinggal mereka.
Keuntungan dari usaha itu diputar untuk mengembangkan pendidikan anak-anak kader dari keluarga tak mampu yang datang dari berbagai daerah.
"23 kader di sini sudah bisa melanjutkan kuliah. Mereka dituntut tetap membimbing kader-kader yang lebih muda. Selain pengetahuan umum, di sini mereka dididik keterampilan dan wirausaha,"katanya. (*)