Bocah 13 Tahun Tak Tuntaskan SD Demi Jadi Tulang Punggung Keluarga
Di usia sekolah, Sutrisno malah berjualan kerupuk mengelilingi wilayah Kecamatan Kadungora, Leuwigoong, dan sekitarnya.
Editor: Ravianto
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Firman Wijaksana
TRIBUNNEWS.COM, GARUT - Usianya baru menginjak 13 tahun.
Sekolah Dasar (SD) pun tak dituntaskan demi membantu orang tua mencari rezeki.
Di usia sekolah, Sutrisno malah berjualan kerupuk mengelilingi wilayah Kecamatan Kadungora, Leuwigoong, dan sekitarnya.
Sutrisno atau yang biasa disebut Fadil itu harus rela berjalan kaki puluhan kilometer.
Presiden Jokowi Akan Menyusuri Tol Soroja Menggunakan Bus Persib Bandung Ditemani Para Pemain https://t.co/o6w8x85iqD via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) December 4, 2017
Dari satu rumah ke rumah lain, Sutrisno menawarkan kerupuk.
Walau hasilnya tak seberapa, namun uang yang didapat bisa membantu kebutuhan keluarga.
Saat ditemui di rumahnya Kampung Sinyar, RT 1/1, Desa/Kecamatan Kadungora, Sutrisno tengah sakit.
Tangan sebelah kiri terkena air panas.
Sambil terbata-bata menahan sakit, Sutrisno menceritakan pengalaman hidupnya.
"Dari jualan itu seharinya paling dapat Rp 15 ribu. Dicukup-cukupin dapat uang berapa pun," kata Sutrisno saat ditemui di rumahnya, Minggu (3/12/2017).
Sutrisno pun tinggal di sebuah gubug yang tak memiliki dinding.
Ia tinggal bersama ibunya Heni (36) dan adikya. Ibunya pun kini tengah mengandung lima bulan.
Tempat tinggalnya itu merupakan milik tetangga Sutrisno.
Tetangganya berbaik hati memberikan gubug itu untuk ditinggali. Walau kini tengah sakit, Sutrisno tetap harus berjualan.
"Kalau enggak jualan nantinya enggak bisa makan. Ini juga maksain jualannya. Yang penting dapat uang," ucapnya.
Waduh! Jenazah Terpaksa Digotong Seharian Menempuh Jarak 36 Kilometer https://t.co/Jwpf0ICx3x via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) December 4, 2017
Getirnya hidup Sutrisno semakin menjadi, saat ia akan mengikuti Ujian Nasional (UN) di SDN Karangtengah 2, Kadungora, Sutrisno mengatakan jika ia dan dua temannya tidak boleh mengikuti UN.
Pihak sekolah beralasan karena terlalu banyak siswa.
"Saya dengan tiga teman tidak boleh ikut UN. Pihak sekolah beralasan terlalu banyak siswa," ujarnya yang mengaku masih ingin sekolah asalkan kebutuhan hidupnya tercukupi.
Saat ini dirinya tidak mau sekolah karena harus berjuang memenuhi kebutuhan ibu dan adiknya.
"Kalau ada yang ngasih biaya saya mau sekolah. Tapi itu juga kalau biaya hidup keluarga saya sudah dipenuhi," ucapnya.
Ibu kandung Sutrisno, Heni mengaku penghasilan anaknya berjualan kerupuk sangat menopang kehidupan keluarganya.
Apalagi penghasilannya yang hanya Rp 10.000 dari mencari rongsok tak bisa mencukupi kebutuhan keluarga.
"Saya nyari rongsok paku. Paling banyak Rp 10.000, paling jelek ya Rp 5.000. Jadi penghasilan anak saya dari jualan kerupuk sangat diandalkan," ujar Heni
Heni menuturkan, sejak usia Sutrisno dua tahun, ayahnya sudah meninggal dunia. Saat itu kehidupan keluarganya terlunta-lunta.
Heni mengaku sebelumnya pernah mengontrak namun ia tak mampu membayarnya. Kini ia hanya menempati gubug yang menyerupai kandang ayam milik tetangganya.
Baca: Ryuji Utomo Resmi Perkuat Klub Thailand PTT Rayong FC
Heni berharap suatu saat nanti kehidupannya dapat berubah. Heni pun dengan senang hati akan menyekolahkan kedua anaknya jika pemerintah mau membantu biaya hidup keluarganya.
"Semoga saja ada bantuan untuk biaya hidup keluarga. Kalau hanya bantuan gratis sekolah saja, bagaimana keluarga kami bisa hidup," katanya.